Kejagung Ungkap Kebijakan Airlangga Berpotensi Jadi Penyebab Kasus Korupsi CPO

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan sejumlah alasan yang membuat nama Airlangga Hartarto, selaku Menko Perekonomian, harus diperiksa terkait penyidikan perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng (migor). Pemeriksaannya dijadwalkan hari ini (18/7).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, kebijakan dari Airlangga membuat kerugian bagi negara dalam kasus ini dan melahirkan tiga korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Karena kebijakan ini sudah merugikan negara cukup signifikan yang menurut putusan MA (Mahkamah Agung), kurang lebih Rp6,47 triliun,” kata Ketut di Kejagung, Selasa (18/7).

Ketut menyebut, berdasarkan putusan MA, beban kerugian kepada tiga korporasi tersebut, yaitu Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.

Putusan MA kepada tersangka korporasi ini merangsang para penyidik untuk melihat dari sisi kebijakan. Tidak hanya Airlangga, penyidik disebut juga memiliki beberapa saksi yang layak untuk diperiksa.

“Sehingga kami menggali dari sisi-sisi kebijakan yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan ini,” ujarnya.

Dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya atau mafia migor periode Januari 2021-Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perkara sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi.

Sebanyak lima terdakwa telah dijatuhi pidana penjara antara 5-8 tahun. Mereka adalah bekas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; anggota Tim Asisten Menko Perekonomian, Lin Chen Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Palulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togas Sitanggang.

Dalam perkara itu, majelis hakim memandang, perbuatan para terpidana merupakan aksi korporasi. Majelis hakim menyatakan, yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi tempat para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

Selain itu, menurut majelis hakim, perbuatan para terpidana menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng. Akibatnya, negara menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun. Ini untuk mempertahankan daya beli masyarakat terhadap minyak goreng.

Sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *