Dari Petisi 50 ke Petisi 100

Dari Petisi 50 ke Petisi 100
Soeharto
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Dhimam Abror Djuraid

Hajinews.id – Salah satu gerakan oposisi paling fenomenal di Indonesia ialah Petisi 50 pada masa Orde Baru Soeharto.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pada dekade 1980-an, ada puluhan tokoh nasional yang menandatangani petisi dan meminta pertanggungjawaban Soeharto di depan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di antara para penanda tangan petisi itu ada nama-nama besar, seperti Jenderal (Purn) A.H Nasution, Mohammad Natsir, mantan Gubernur DKI Ali Sadikin, dan eks Kapolri Jenderal (Purn) Hoegeng Imam Santoso.

Petisi 50 lahir karena keprihatinan para tokohnya terhadap arah pemerintahan Soeharto yang makin melenceng. Petisi itu dikeluarkan pada 5 Mei 1980.

Ketika itu Soeharto sudah berkuasa tiga periode atau sekitar 15 tahun. Soeharto sudah melakukan konsolidasi kekuasaan dan menempatkan sekutu-sekutu politiknya dari kalangan militer pada posisi-posisi kunci.

Selama 15 tahun berkuasa, Soeharto sudah berhasil menekan oposisi sampai di posisi marjinal. Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah dihabisi melalui pembunuhan massal sepanjang 1966-1967 dengan mamakai kekuatan TNi dan umat Islam.

Tokoh-tokoh PKI ditangkap, dipenjarakan, atau dibunuh tanpa pengadilan. Perburuan terhadap sisa-sisa PKI dilakukan secara masif dan sistematis.

PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. Pemerintahan Orde Baru juga terus-menerus mengingatkan rakyat akan bahaya laten PKI.

Musuh politik potensial berikutnya bagi Soeharto ialah Islam politik. Partai-partai politik berideologi Islam, terutama Masyumi, yang ingin bangkit kembali, tidak diizinkan oleh Soeharto.

Semasa kekuasaan Orde Lama di bawah Sukarno, Partai Masyumi menjadi penentang utama demokrasi terpimpin yang diprakarsai oleh Proklamator RI itu.

Masyumi juga menentang penggabungan nasionalisme, agama, dan komunisme menjadi Nasakom. Karena bersikap oposan itulah Masyumi dibubarkan oleh Sukarno, lalu tokoh-tokohnya dipersekusi dan dibui.

Setelah Soeharto menggulingkan Sukarno melalui kudeta militer terselubung, tokoh-tokoh Masyumi melihat ada peluang untuk bangkit. Namun, Soeharto mencium gejala itu sejak dini.

Masyumi yang independen dan kritis akan menjadi ancaman bagi kekuasaan Soeharto. Tentu saja Soeharto menolaj upaya menghidupkan kembali Masyumi.

Soeharto melangkah lebih jauh dengan menggabungkan parta-partai Islam ke dalam satu parpol hasil fusi. Parpol-parpol Islam digabung menjadi satu ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Partai-partai nasionalis dan Kristen digabung menjadi satu dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Soeharto menggunakan kendaraan politik bernama Golongan Karya atau Golkar.

Partai-partai politik dianggap sebagai biang kerok keributan. Oleh karena itu, partai harus ditertibkan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *