Hajinews.id – ABU Nawas dianggap sosok yang cerdas namun lucu. Kepribadiannya juga menyebar ke seluruh negeri, sehingga santri-santrinya pun bertambah.
Sayangnya, tidak semua siswa setuju dengan guru. Suatu hari seorang santri tampak mengeluh dan kritis menyatakan bahwa spiritualitas Abu Nawas harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Menanggapi kritikan santrinya tersebut, Abu Nawas hanya tertawa. Murid-murid yang lain pun ikut menertawakan kebodohan sang guru. Kemudian Abu Nawas tiba-tiba terdiam.
Suasana pun langsung menjadi tenang dan Abu Nawas menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dia dengan hati-hati menceritakan kisah seorang santri yang bertanya kepada seorang penjual buku.
“Tidak ada buku anatomi yang lebih baru?”
“Buku-buku yang ada di sini sudah berumur 10 tahun atau lebih,” protes santri tersebut seperti dikutip dari nu.or.id.
“Dengarlah, nak. tidak ada penambahan tulang apa pun dalam tubuh manusia selama 10 tahun terakhir. Demikian juga tidak ada penambahan apa pun dalam kodrat manusia selama 10.000 tahun terakhir,” kata penjual buku menjawab pertanyaan santri itu.
Mendengar cerita Abu Nawas, semua santri tampak diam, suasana pun masih hening. Kemudian hal lainnya membuat santri Abu Nawas protes, karena seringnya sang guru membuat lelucon.
Setiap kali Abu Nawas mengajar hampir selalu ada gelak tawa. Hal itu rupanya juga mengganggu sebagian santri yang sangat ingin serius tentang spiritualitas dan diri mereka.
“Guru ini seperti badut,” kata salah seorang santri.
“Oh tidak. Kamu salah tangkap. Seorang badut membuat kamu menertawainya; seorang guru membuat kamu menertawai diri sendiri,” ucap santri lainnya yang menyanggah.
Abu Nawas mendengar dialog antara santrinya dengan tersenyum. Abu Nawas tidak merasa terganggu sama sekali dengan kelakuan santri-santrinya itu.
“Apakah sesuatu menjadi sungguh-sungguh benar, jika tidak seorang pun menertawakannya?” tukas Abu Nawas.
Wallahu a’lam bisshawab.