Menghentikan Rocky Gerung (Seolah) Membunuh Demokrasi

Menghentikan Rocky Gerung
Rocky Gerung
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Ady Amar, Kolumnis

Hajinews.id – RG menganut paham, bahwa pikiran boleh keras ketus tanpa batas disampaikan sebagai sebuah argumen. Tapi tidak pada sikap, yang menurutnya mesti lembut sopan selayaknya. Maka, kebebasan berpikir tidak boleh dihalangi sekat menyumpal.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Rocky Gerung (RG) dan Rizal Ramli (RR), itu bagai simbol negeri yang masih menganut demokrasi. Atau dengan narasi lain, bahwa negeri ini boleh dibilang masih menganut asas demokrasi, itu disimbolkan dengan RG dan RR yang masih bebas berbicara, dan aman-aman saja.

Adagium simbol demokrasi itu disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD, yang saat ditanya matinya demokrasi di negeri ini. Itu saat Habib Rizieq Shihab dipenjarakan dalam kasus kekarantinaan kesehatan dan menyebarkan berita bohong–dua kasus yang beririsan berkenaan dengan Covid-19–di mana Mahfud menyatakan, demokrasi di negeri ini masih tegak. Mahfud perlu mengambil sebagai contoh, bahwa RG dan RR boleh ngomong keras mengkritik pemerintah, dan itu bebas-bebas saja. Tidak ditangkap, kata Mahfud.

Dua nama yang disebutnya itu seolah simbol demokrasi di negeri ini, yang masih berdiri tegak. Karenanya, dua orang tadi seolah boleh bicara apa saja, bebas-bebas saja dalam mengkritik rezim sekerasnya.

Sepertinya apa yang dikatakan Mahfud itu menemui kebenaran. Tapi juga bukan soal “kebebasan” yang diberikan pada keduanya itu juga berlaku pada lainnya, mereka yang memilih jalan hidup oposan bebas berbicara sebagaimana RG dan RR. Di samping itu, RG dan RR masih bebas tak tersentuh hukum, itu lebih pada bangunan narasi yang terukur, dan jauh dari delik hukum yang bisa ditersangkakan.

RG khususnya, entah sudah berapa kali dilaporkan pada pihak kepolisian, dan diperiksa sebagai saksi. Setelah itu kasusnya menguap tak diteruskan. Seolah penyidik kebingungan apa yang mau dibidik dari pikiran seseorang yang berbicara tanpa meninggalkan jejak delik yang bisa dipidanakan.

RG berselancar dalam kata-kata penuh idiom, dan sejauh ini tak ada delik dilanggarnya, yang itu bisa menjeratnya dalam kasus hukum. Misal, saat kata “dungu” ia sematkan pada Presiden Jokowi, dan pada pejabat negara lain yang beradu argumen dengannya. Dungu yang disematkan, itu bukan pada personal Jokowi sebagai pribadi, tapi pada kebijakan yang diambil Jokowi selaku presiden. Itu risiko dari pejabat publik yang jika salah boleh dikritisi dengan kata “dungu”, atau bahkan lebih keras lagi sekalipun.

Pilihan kata dan kalimat yang dipilih RG memang mencengangkan, bahkan acap ngeri-ngeri sedap. Seperti kebablasan untuk ukuran umum, tapi tetap saja terukur tanpa sedikit pun ada delik hukum ditinggalkan. Pilihan idiom yang tidak biasa, itu semacam pesan tegas, agar semua melihatnya sebagai ancaman serius, yang tidak boleh lengah untuk dibiarkan.

RG menganut paham, bahwa pikiran keras ketus tanpa batas boleh disampaikan sebagai sebuah argumen. Tapi tidak pada sikap, yang menurutnya mesti lembut sopan selayaknya. Maka, kebebasan berpikir tidak boleh dihalangi sekat menyumpal. Memisahkan antara alam pikiran dan sikap, itu bukan perkara mudah. Tapi tidak bagi seorang RG. Bebas berpikir dan santun bersikap, sepertinya itulah kepribadian yang dipilihnya. Jika tak mengenal keseharian RG, dan hanya mendengar sekadar orasinya maka terkesan ia pribadi keras yang tampil dengan kritikan pedas.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *