Haji tanpa Gelar

Haji tanpa Gelar
Haji tanpa Gelar
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Sulistiyo Suparno

Hajinews.id – PEMBANTU di rumah Purwanti keluar, karena menikah lalu pindah ke luar daerah, seperti pembantu yang dahulu. Dua kali ditinggal pembantu yang masih lajang, ada baiknya bila Purwanti mengambil wanita tua. Datanglah padanya Rukayah yang berusia 55 tahun, mantan TKW, janda beranak dua.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Rukayah tinggal satu desa dengan Purwanti, namun beda dusun. Dahulu, Rukayah bersuamikan sopir truk yang meninggal karena kecelakaan. Rukayah yang menjanda, menghidupi dua anak yang masih kecil, sungguh berat. Ia bekerja serabutan dan sesekali mendapat bantuan dari saudara-saudara atau yayasan sosial. Kemudian ia merantau ke Jedah, berkali-kali memperpanjang masa kontrak, hingga 10 tahun di sana, lalu pulang.

Rumah Rukayah sejak sebelum dan setelah pulang dari Jedah tetap sama; berdinding kayu. Perbaikan yang dilakukan hanya mengganti lantai semen menjadi keramik, membeli televisi layar datar, serta membuat kios kecil di depan rumah, tak lebih. Motor bebeknya masih model lama yang digunakan bergantian dengan dua anak perempuannya.

Dua anak gadis Rukayah hanya lulus Madrasah Aliyah. Si sulung bekerja di toko sembako, si bungsu bekerja di rumah makan, yang jaraknya dekat dengan rumah, bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Tak ada kemewahan dalam keluarga Rukayah. Itu semacam aib bagi seorang yang pernah bekerja di negeri super makmur seperti Arab Saudi. Cap TKW gagal pun melekat padanya, meski predikat itu diucapkan para tetangga secara bisik-bisik.

Rukayah membuka toko sembako di depan rumahnya, tapi kurang laku, lalu gulung tikar. Ada yang bilang ia kalah bersaing dengan toko lain yang menggunakan dukun. Ada yang bilang ia tidak punya bakat berdagang, bakatnya jadi babu!

Rukayah bekerja dengan cermat dan hati-hati. Ditakarnya bumbu-bumbu masakan dengan pas, seperti ilmuwan di laboratorium. Hasilnya, semua masakan racikannya sungguh lezat.

Purwanti dan Nasokha amat girang. Dua anak gadis mereka juga senang, tak perlu sering ke kafe lagi untuk menikmati makanan enak.

Purwanti sering menerima kunjungan tamu rekan bisnis di rumah. Dahulu, ia akan membawa tetamunya ke rumah makan di kota kecamatan. Sekarang, ia menjamu tetamunya di rumah.

“Wah, enak sekali nasi kebuli ini, Bu Pur. Pesan di restoran mana?” tanya seorang tamu perempuan.

Bangga rasa hati Purwanti mengatakan bahwa pembantunya yang memasak. Bangga pula ia mengatakan bahwa pembantunya telah berpengalaman 10 tahun di Jedah.

“Wah, pantas. Saya dengar orang Arab itu cerewet soal makanan. Kalau tak enak dibuangnya makanan itu. Pembantu di sana harus cermat kalau memasak. Bu Pur cari pembantu lain saja. Biar Rukayah bekerja di rumah saya.”

“Tidak boleh!”

Purwanti dan tamu itu terbahak.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *