Suara Senyap Islam Politik di Pilpres 2024

Islam Politik di Pilpres 2024
Dr. Abdul Mukti Ro'uf, MA dosen Filsafat di Pascasarjana IAIN Pontianak, pemerhati contemporary Islamic thought dan sosial keagamaan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Abdul Mukti Ro’uf, MA dosen Filsafat di Pascasarjana IAIN Pontianak, pemerhati contemporary Islamic thought dan sosial keagamaan

Hajinews.id – Gemuruh “suara syariah” dari kalangan Islamis-Transnasional begitu pada hajatan di Pilkada DKI 2016 dan Pilpres 2019. Sosok Anies Baswedan di Pilkada DKI delapan tahun silam benar-benar menjadi aktor representatif dari capaian perjuangan Islam politik yang dimotori oleh PKS sebagai partai dan kekuatan civil society seperti GNPF-MUI dan FPI (kini telah dibubarkan), serta beberapa elemen kaum miskin kota yang berhasil melebur untuk kepentingan elektoral.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Vedi R Hadiz menyebut bahwa fenomena Pilkada DKI dan gerakan Islam politik sebagai new islamic populism.

Menjelang Pilpres 2024

Posisi oposisi Partai Demokrat hampir sepluh tahun terakhir sejatinya bukan pilihan sadar. Secara politik lebih disebabkan karena “kecelakaan” akibat hubungan SBY dan Megawati yang tidak harmonis hingga jelang Pilpres 2024 dengan seluruh sebab-musababnya. Pertemuan Ketum Demokrat AHY dan Puan Maharani tidak mudah disimpulkan hingga sampai pada level kerja sama politik keduanya di Plipres 2024.

Perjumpaan itu baru dinilai baik untuk menunjukkan fatsun politik elite di mata publik. Demokrat dan PDIP sama-sama diuntungkan sebagai partai yang terbuka. Sementara, secara ideologis, posisi oposisi PKS lebih persisi dibanding Demokrat. Ideologi PKS jelas sebagai partai “Islamis-Transnasional” yang sejak awal beroposisi dengan ideologi PDIP sebagai partai “nasionalis-kiri”.

Narasi kritik PKS terhadap kepemimpinan Jokowi sangat mudah dibaca sebagai aspirasi Islamis di mana Jokowi ditempatkan sebagai sosok yang “jauh” dari aspirasi Islam versi PKS. Jadi, kekentalan oposisi PKS jauh lebih bernilai ideologis ketimbang Partai Demokrat. Jika ditarik ke delapan tahun silam, PKS-lah yang paling representatif mewakili “Islam politik” dan berhasil menggubernurkan Anies Baswedan.

Bagaimana dengan Partai Nasdem? Partai ini makin ambigu jika hendak ditempatkan dalam aspirasi Islam politik. Sama dengan Partai Demokrat yang berideologi nasionalis dengan slogan restorasi. Kedua partai ini, Demokrat dan Nasdem sama sekali bukan menjadi bagian dari perjuangan Islam politik sebagaimana PKS. Dalam koalisi perubahan, yang bisa diidentikkan dengan aspirasi Islam politik hanya PKS dan Anies dengan seluruh latar belakang dan rekam jejaknya.

Sampai di sini, aspirasi Islam politik tidak bisa diidentikkan dengan Koalisi Perubahan meski di dalamnya terdapat PKS dan sosok Anies. Ditambah, sejauh ini, hanya Nasdem yang “lebih berkuasa” dalam mengelola Anies dibanding PKS dan Demokrat. Oleh karenanya bisa dipahami mengapa tidak ada suara nyaring yang menyangkut aspirasi Islam politik di tubuh koalisi perubahan.

Kritik-kritik dari anggota koalisi perubahan terhadap pemerintah sepi dari narasi keagamaan sebagaimana narasi yang dibangun di Pilpres 2019. Di satu sisi menjadi baik untuk menghindari polarisasi yang menegangkan, tapi di sisi lain terjadi pelemahan di barisan Islam politik.

Islam Politik Non Partai

Para aktivis gerakan Islam politik non-partai, sejauh ini belum bersuara –tidak seperti pada gelaran Pilpres 2019. Sunyinya “suara syariah” dalam gelaran Pilpres 2024 mendatang bisa diduga karena beberapa alasan. Pertama, tidak ada pemicu yang signifikan sebagai pintu masuk untuk berbicara lantang seperti keseleonya lidah Ahok di Kepulauan Seribu. Masifikasi gerakan sosial yang dipicu oleh kekuatan media sosial menjadi fenomena yang tidak mungkin diulang untuk kebutuhan Pilpres 2024.

Kedua, terjadi faksionisme di tubuh eksponen Islam politik yang tergabung dalam GNPF-MUI yang bermetamorfosis ke dalam PA 212. Kekuatan ini sedikit banyak telah kehilangan soliditasnya dalam memperjuangkan aspirasi Islam politik. Selain tokoh sentralnya, Rizieq Shihab yang memiliki keterbatasan dalam panggung-panggung politik, beberapa isunya kurang mendapat perhatian publik.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *