Astaghfirullah! Sertifikasi Wine “Halal” Merek Nabidz Terbit, MUI Tegaskan Hal ini

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak bertanggung jawab atas terbitnya sertifikasi halal pada produk Nabidz, yang belakangan viral di media sosial.

Adapun produk tersebut viral lantaran disebut-sebut sebagai wine yang telah bersertifikasi halal. Namun ternyata, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk wine.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Berdasarkan data di sistem Sihalal, produk minuman dengan merk Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH merupakan jus buah merk Nabidz.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh justru menegaskan, produk Nabidz justru haram karena kadar alkoholnya tinggi melampaui standard halal.

Hal ini berdasarkan temuan tiga laboratorium kredibel yang melaporkan kepada Komisi Fatwa MUI.

“Diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi muslim,” kata Niam dalam siaran pers dari website MUIDigital , Selasa (22/08/2023).

Niam menyampaikan, Komisi Fatwa tidak pernah memberikan sertifikasi halal pada produk Nabidz.

Ia pun menuturkan sertifikasi halal terhadap produk itu menyalahi standard halal MUI. Sebab, mengacu pada pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram.

“Ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” ucap dia.

Dia lalu menjelaskan dua fatwa MUI yang mengatur sertifikat halal. Pertama Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Halal, yang menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan.

Pertama, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

Kedua, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.

Ketiga, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.

Keempat, tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain.

Fatwa kedua adalah Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minuman 0.5 persen.

Melihat dari dua fatwa tersebut, lanjutnya, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz.

“Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ucap dia.

Sebelumnya diberitakan, viral produk Nabidz yang disebut-sebut sebagai wine sudah mendapatkan sertifikasi halal.

Namun, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham menegaskan tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk produk wine. Aqil mengklaim, produk Nabidz merupakan produk jus buah.

Aqil menyatakan, produk jus buah tersebut telah diajukan sertifikasi halal pada 25 Mei 2023 melalui mekanisme self declare dengan pendampingan Proses Produk Halal (PPH) yang dilakukan oleh Pendamping PPH.

Pengajuan produk telah diverifikasi dan divalidasi pada tanggal 25 Mei 2023, dengan produk yang diajukan berupa jus/sari buah anggur merk Nabidz.

Pendamping PPH telah memastikan bahan-bahan yang digunakan adalah bahan halal. Proses produksi yang dilakukan pelaku usaha juga sederhana, dan pelaku usaha menyatakan tidak ada proses fermentasi di dalamnya.

Adapun, foto produk yang diunggah pada Sihalal juga berupa kemasan botol plastik.

“Berdasarkan hasil verval Pendamping PPH tersebut, maka tidak ditemukan pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan ketentuan. Selanjutnya Komite Fatwa menetapkan kehalalan produk tersebut pada 12 Juni 2023,” lanjut Aqil dalam siaran pers, Kamis (27/7/2023).

Lebih lanjut, Aqil menjelaskan, BPJPH mendapatkan pengaduan bahwa Sertifikat Halal (SH) yang diterbitkan ternyata digunakan untuk produk lain.

Aqil menegaskan, BPJPH tidak membenarkan hal tersebut. Saat ini BPJPH sudah menurunkan tim Pengawasan Jaminan Produk Halal untuk mendalami fakta di lapangan.

“Kami langsung menurunkan tim Pengawasan untuk mendalami segala kemungkinan di lapangan. Jika memang ada pelanggaran, tentu kita akan dengan tegas memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk pencabutan sertifikasi halal,” ungkap Aqil.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *