Pengamat: Penggusuran Warga di Pulau Rempang Mirip Tragedi Pembantaian Suku Aborigin di Australia

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Pengamat sekaligus Pengajar di Akademi Adat (AKAD) Affan Ramli menyebut penggusuran masyarakat adat di Pulau Rempang dianggap mirip dengan tragedi pembantaian suku asli Aborigin di Australia.

Hal itu diungkapkannya, Rabu (13/9/2023).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Affan mengatakan bahwa sampai saat ini masih ada 10 ribu warga yang menempati 16 kampung adat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Tak seperti klaim pemerintah yang menyebut Pulau Rempang kosong, keberadaan warga di Pulau Rempang sudah tercatat pemerintahan Hindia Belanda.

Seorang pejabat Belanda, P. Wink pernah berkunjung ke sana pada 1930 dan menulis hasil kunjungannya dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang.

“Namun, para pejabat negara berpandangan pulau Rempang kosong tak bertuan. Secara sepihak diklaim milik negara,” tulis Affan, dikutip dari Kompas.com, Rabu (13/9/2023).

Saat ini pemerintah mengerahkan sejumlah aparat dan memaksa warga untuk mengosongkan Pulau Rempang.

Menurut Affan, hal itu sama saja dengan pembantaian aborigin di Australia. Di mana suku asli bumi Australia itu diusir demi alasan pembangunan dan investasi.

“Peristiwa seperti ini mengingatkan kita pada tragedi-tragedi pembantaian suku asli Aborigin di Australia, penduduk asli Maori di Selandia Baru, suku asli Indian di Amerika Serikat, dan banyak lagi etnik-etnik warga adat di Amerika Latin bernasib serupa,” jelas Affan.

Menurutnya, dalam konteks Rempang saat ini, perampasan lahan komunal warga adat untuk diserahkan oleh pemerintah kepada perusahaan swasta merupakan ciri khas kebijakan liberalisme ekonomi yang diajarkan pemerintah kolonial sebelum Indonesia merdeka.

Ia menyayangkan Indonesia yang memang mengakui hak ulayat (tanah milik bersama berdasarkan hukum adat), namun selama tidak bertentangan dengan kepentingan pembangunan.

Maka ia berharap Indonesia bisa belajar pada pengalaman Selandia Baru dan beberapa negara di kawasan Amerika Latin.

Negara-negara tersebut kini sudah berhasil berkompromi atas kepentingan pembangunan dan penghidupan masyarakat adat berjalan bersama-sama secara kolaboratif.

“Tidak perlu saling menegasikan satu sama lain!” sarannya.

Seperti diketahui, pemerintah berencana merelokasi warga Rempang, Batam karena adanya proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group asal China.

Diperkirakan, total investasi sekitar 11,5 miliar Dolar AS atau setara Rp 117,42 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja kurang lebih 30 ribu orang.

Namun, warga setempat yang telah berpuluh-puluh tahun menempati wilayah tersebut menolak relokasi dan sempat terjadi kericuhan saat polisi hendak mengamankan berbagai aksi unjuk rasa.

Bentrok soal Pulau Rempang
Belakangan Pulau Rempang menjadi sorotan masyarakat Indonesia.

Pasalnya, pulau yang terletak di Batam, Kepulauan Riau itu bakal dijadikan Rempang Eco City.

Bagi yang belum tahu Rempang Eco City adalah proyek pembangunan garapan PT Makmur Elok Graha (MEG).

Rencananya di Pulau Rempang akan dibangun kawasan industri, jasa, dan pariwisata dengan nama Rempang Eco City.

Proyek yang digarap PT Makmur Elok Graha (MEG) milik Tomy Winata Bos Artha Graha Group itu ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Namun, hal ini menuai kontroversi dari warga setempat lantaran sekitar 7.500 jiwa yang tinggal di sana akan digusur demi Rempang Eco City.

Hal itu sesuai dengan rencana Badan Pengusahaan (BP) Batam yang akan melakukan relokasi.

Relokasi itu dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang.

Kontroversi itu berujung dengan penolakan hingga bentrok antara warga dengan aparat, pada Kamis (7/9/2023).

Bentrok terjadi antara warga Pulau Rempang, dengan tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *