Membaca Isu Pulau Rempang Dari Perspektif Geopolitik

Isu Pulau Rempang Dari Perspektif Geopolitik
Isu Pulau Rempang Dari Perspektif Geopolitik
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: M Arief Pranoto

Hajinews.id – Menyimak isu dan kegaduhan di Pulau Rempang – Galang, Batam, Kepulauan Riau/Kepri dari perspektif geopolitik, kita seperti membaca ulang praktik teori ruang (living space) alias lebensraum ala Xi Jinping di pelbagai belahan dunia. Yaitu pola serta model ekspansi wilayah (teritori) dengan menggunakan power ekonomi (investasi).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Adapun prinsip dasar dari teori ruang alias living space adalah: “Manusia butuh negara, dan negara membutuhkan ruang hidup”.

Tatkala penduduk China telah berjumlah 1,8 miliar bahkan nyaris dua miliar, maka diperlukan ‘ruang lain’ di luar China agar di internal tidak timbul ledakan penduduk khususnya ‘bom waktu’ berupa pengangguran dan lapangan pekerjaan yang mampu men- downgrade kekuasaan.

Lho, katanya China hebat lagi kaya raya, kenapa masih mempekerjakan warganya di luar? Begitu logika geopolitiknya.

Tampaknya, Xi Jinping cukup cerdas menyikapi ledakan demografi di negerinya. Ia menerbitkan kebijakan —semacam RPJPN— yang dinamai OBOR (One Belt One Road) atau istilahnya kini diubah menjadi Belt and Road Initiative (BRI). Sebenarnya OBOR merupakan pengembangan dari String of Pearl, yakni konsep pengamanan jalur energy security China dari Laut China Selatan – Selat Malaka – Lautan Hindia, hingga Teluk Arab. Melingkar seperti untaian kalung (String of Pearl).

Dan OBOR lebih luas lagi besar daripada String of Pearl karena sifatnya lintas negara dan antarbenua termasuk programnya. Entah program pembangunan infrastruktur transportasi laut, darat dan udara, contohnya, atau the Digital Silk Road, Maritime Silk Road, the Health Silk Road, dan lain-lain.

Di setiap investasi, lazimnya China selalu menerapkan skema Turnkey Project Management, sebuah investasi dimana mulai top managemet, marketing, money, materiil bahkan sampai ke metode serta kuli-kuli semua diboyong dari China. Itulah sisi menarik (kalau tak boleh dikatakan sisi gelap) OBOR-nya Xi dalam rangka mencari ruang hidup. Kenapa begitu, siapa berani menjamin bahwa kuli-kuli itu bukan tentara merah?

Sekali lagi, “Manusia butuh negara, dan negara membutuhkan ruang hidup”. Itu prinsip dasarnya.

Kembali ke geopolitik. Bahwa power concept dalam geopolitik meliputi tiga aspek. Antara lain yaitu: 1) aspek militer, 2) aspek ekonomi, dan 3) aspek politik.

Berbasis pengalaman para adidaya dalam mengamalkan teori ruang, terdapat variasi model yang dikembangkan. Jepang, misalnya, praktik power concept lebih menonjolkan ekonomi dibanding aspek lainnya. Amerika Serikat (AS) lain lagi. Ia kerap memakai ketiga aspek secara simultan dengan intensitas berbeda. Kadang militer di depan seperti di Afghanistan dan Irak (2001 – 2021), atau melalui (tekanan) politik via gerakan massa (nirmiliter) semacam Revolusi Warna, Arab Spring dst. Ataupun, ketiga aspek dijalankan secara bersama – sama sebagaimana konflik di Ukraina.

Tak bisa dipungkiri, ciri praktik lebensraum ala Xi Jinping cenderung menonjolkan ekonomi di depan. Akan tetapi, aspek ekonomi tersebut didukung oleh politik dan aspek militer di belakang. Tidak text books memang. Bahwa implementasi lebensraum tergantung objek serta target yang hendak dicaplok.

Sekilas perbandingan pola negeri pendatang. Di Afrika, China lebih menonjolkan aspek ekonomi, namun di dukung militer. Terbukti dengan berdirinya pangkalan militernya di Djibouti. Sedangkan Rusia mengkedepankan militer (via Wagner Group) dan aspek ekonomi secara bersamaan melalui pembebasan utang, misalnya, atau bantuan biji-bijian gratis kepada beberapa negara Afrika yang sukses mengkudeta ‘boneka Barat’. Sementara Barat sendiri cq Prancis dan AS lebih mengkedepankan sisi militer dan politik melalui isu ISIS, HAM, demokrasi, al Qaeda, dan lain-lain.

Pertanyaan menggelitik muncul, “Manakah di antara pola dan modus para adidaya yang lebih efektif lagi sukses?” Masih unda-undi. Namun, inilah yang sekarang tengah berproses secara masive baik pada konflik Ukraina maupun di beberapa negara Afrika khususnya Mali, Niger, Chad, Burkina Faso, dan lainnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *