Disway: Mega Jibao

Mega Jibao
-
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Saya jawab: tidak ada bedanya.

Gerbong ini, misalnya, utuh buatan Qingdao, kota pantai di provinsi Shandong. Hanya selera warnanya yang tidak sama. KCIC memilih sentuhan nuansa merah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Relnya pun bikinan Tiongkok. Utuh. Lebar rel juga sama dengan yang di Tiongkok: 1.425 cm. Di Eropa juga selebar itu. Hampir 39  cm lebih lebar dari rel kereta api Indonesia yang lambat itu: 1.067 cm.

Di dunia kini tinggal Indonesia, Afrika Selatan, dan sebagian Jepang yang lebar relnya 1.067.

Jepang pun, yang Sinkansen, juga menggunakan lebar rel 1.425. Semua rel kereta cepat memang harus lebar. Agar dalam kecepatan tinggi tidak mudah terguling.

Yang berbeda dengan di Tiongkok adalah cara pasangnya. Itu karena potongan rel yang didatangkan ke Indonesia berukuran 50 meter.

Setiba di Indonesia, di depo KAI, rel itu disambung-sambung. Dilas. Menjadi panjang 500 meter. Lalu diangkut ke lokasi untuk dipasang. Tiap 500 meter dilas lagi dengan rel berikutnya.

Maka rel di jarak Jakarta-Bandung itu sama sekali tidak ada putusnya. Utuh. Sudah dilas jadi satu. Karena itu naik kereta cepat ini tidak terasa ada geronjalan sama sekali.

Mulus. Lebih mulus dari paha ayam pop. Tidak ada suara roda glek-glek seperti dalam ilustrasi lagu

‘Kereta Malam-nya Frangky & Jane. Suara glek-glek itu datang dari roda yang melewati sambungan rel.

Maka tidak relevan lagi pertanyaan seperti yang saya dapatkan waktu sekolah di SD dulu: mengapa ada jarak di tempat sambungan rel. Saya masih ingat jawabnya hingga sekarang: agar ketika terkena panas matahari, rel tidak melengkung. Besi akan memuai bila terkena panas.

Apakah rel sekarang tidak bisa memuai? Tentu masih sama. Yang beda adalah kualitas bajanya. Ada yang untuk dipanaskan sampai 50 derajat masih belum memuai.

Di Tiongkok panjang potongan rel 100 meter. Lalu disambung dengan las. Menjadi 500 meter. Lalu dibawa ke lokasi untuk dipasang. Untuk dilas dengan 500 meter berikutnya.

Dengan panjang 100 meter pemasangannya lebih cepat. Tidak banyak pekerjaan las. “Yang dikirim ke kita 50 meter karena jalan kita banyak belokan. Sulit mengangkutnya dari pelabuhan,” ujar Allan.

Allan lahir di Jakarta. Sejak SD sekolah di Singapura. Pun SMP, SMA, Universitas, dan Masternya. Ia sarjana teknik sipil NUS, lalu manajemen proyek di Nanyang Technological University (NTU), dan master lagi di bidang bisnis dari North Western Chicago – Beijing University di Beijing.

Umur 25 tahun Allan bekerja di Singapura. Yakni di proyek pembangunan kereta MTR. Yang lebih banyak bikin terowongan bawah tanah.

Suatu saat Pak Jokowi ke Singapura: meninjau proyek itu. Allan ditunjuk perusahaannya untuk menjadi penerjemah. Saat itulah ia bertemu Pak Jokowi yang masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Beliau ingin membangun kereta bawah tanah di Jakarta.

“Asal Indonesia?,” tanya pak Jokowi.

Allan mengangguk.

“Masih cinta Indonesia?”

Allan mengangguk.

“Pulanglah. Ikut membangun  Indonesia,” pinta pak Jokowi.

Allan memutuskan pulang. Masih bujangan. Lalu terjun di proyek MRT Jakarta. Ia-lah yang saat itu sudah punya pengalaman langsung membangun kereta bawah tanah. Di Singapura.

Setelah MTR tahap 1 Jakarta selesai Allan diminta menangani proyek LRT. Khususnya di seksi Jakarta utara. Selesai di situ Allan diminta terjun ke proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Saya heran, meski sejak SD sudah di Singapura bahasa Indonesianya sangat bagus.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *