Hajinews.co.id – Ketika pertama kali memperkenalkan proyek kereta cepat dan IKN, Presiden Jokowi mengatakan “tidak akan memakai dana APBN”. Tidak akan memakai dana publik/rakyat.
Kini kita tahu, pernyataan itu hanya taktik agar proyek-proyek tadi lebih cepat disetujui tanpa due diligence yang matang, tanpa diskusi dan partisipasi publik yang cukup luas.
DPR dan sebagian publik merasa tersihir oleh pernyataan itu, yang memberi kesan bahwa proyek-proyek itu tidak mengandung risiko bagi publik.
(“Toh uang swasta ini, kalaupun rugi, publik takkan dibebani.” Begitulah orang awam berpikir).
Presiden Jokowi mem-fait accompli publik ketika belakangan proyek-proyek ternyata dibiayai dan dijamin menggunakan APBN.
Apa yang bisa disimpulkan?
Presiden mengambil jalan pintas memuluskan proyek-proyek ratusan trilyun dengan mengelabuhi publik.
Agar proyek-proyek segera terwujud tanpa harus mendiskusikan secara luas tentang kelayakan dan urgensinya.
(Tentu belakangan ada keterlibatan parlemen/DPR. Tapi, jelas itu tanpa partisipasi publik yang luas).
Legitimasi politik proyek-proyek itu sangat rapuh. Jika diteruskan akan membebani publik dengan potensi besar korupsi, kolusi serta mis-management, karena tidak ada niat untuk bersikap akuntabel dan transparan sejak awal.