Negara Bukan Hamba Oligarki, Hentikan Kekerasan Di Pulau Rempang

Hentikan Kekerasan Di Pulau Rempang
Taufan Abadi SH.MH, Direktur PBH LPW NTB
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Taufan Abadi SH.MH, Direktur PBH LPW NTB

Hajinews.co.id – Pertunjukan kekerasan demi kekerasan negara dengan melibatkan aparat gabungan (TNI Polri dan Ditpam BP Batam) terhadap rakyat di Rempang, Batam Kepulauan Riau sungguh tontonan yang mengoyak rasa kemanusiaan dan rasa keadilan. Dengan mendalilkan “Bumi, air dan seluruh sumber daya alam dikuasai negara” sebagaimana termaktub dalam UUD RI 1945 negara melegalkan penggunaan kekerasan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Negara melupakan bahwa penguasaan tersebut dimaksudkan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ironisnya, negara mengabaikan tujuan negara sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD R1 Tahun 1945 yakni; melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Alih-alih menjalankan amanah konstitusi, negara malah menjadi bagian dari kekerasan. Kekerasan tersebut justru dimobilisasi pada rakyat sendiri. Sejak terjadi kekerasan pada Kamis 7 September 2023, deretan pelanggaran hukum dan indikasi pelanggaran HAM mewarnai rakyat yang menolak relokasi. Pemerintah nampak kekeh “mengosongkan” area investasi seluas 7.572 ribu hektare dari keseluruhan luas Pulau Rempang yang mencapai 16.583 ribu hektare.

Pemilik konsesi lahan tersebut adalah PT Makmur Elok Graha (PT MEG) yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Arta Graha yang dimiliki Taipan Tomi Winata. Nilai investasi tersebut sebesar Rp. 172 Triliun dengan proyeksi tenaga kerja mencapai 306 ribu. Faktanya lahan “tanah negara” tersebut dihuni oleh 7.500 penduduk, yang telah dihuni secara turun temurun sejak bangsa Indonesia dijajah Belanda yakni 12 Februari 1930 (Majalah Tempo, Tangan Jakarta di Pulau Rempang, edisi 17 September 2023). Sementara BP Batam diberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada Tahun 1992.

Memahami kenyataan ini, sebenarnya negara tak punya alas moral menggunakan hukum secara represif-normatif. Persoalan tidak sekedar menegakan hukum normatif atau pendekatan ekonomi melalui pendekatan ganti rugi atau ganti untung. Diatas tanah itu telah terbangun kehidupan masyarakat lintas rezim yang membentuk keintiman, rasa memiliki dan jalinan budaya. Kecuali negara telah berpihak dan menjadi hamba oligarki melalui kedok investasi. Investasi yang meminggirkan rakyat dari kehidupannya dan merusak lingkungan.

Kronologi Investasi

  • BP Batam diberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) tahun 1992.
  • Tomi Winata mengunjungi kawasan wisata terpadu eksklusif tahun 2001-2002.
  • PT MEG, 26 Agustus 2004 meneken kerjasama pengembangan rempang dengan Pemkot Batam dan BP Batam.
  • Polisi RI memeriksa Tomi Winata sebagai saksi dugaan korupsi pengembangan Pulau Rempang, Galang dan Setokok tahun 2007.
  • Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato, 30 Juni 2022 bersurat kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menegaskan status Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
  • PT MEG menginventarisasi lahan konsensi di Rempang, September-Oktober 2022. Banyak ditemukan Embung, Kebun, dan Peternakan milik masyarakat serta Perusahaan yang berdiri di area konsesi yang berstatus Hutan.
  • Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, 26 November 2022 memohon pelepasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) menjadi area penggunaan lain (APL) kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 7.572 hektare.
  • CEO Xinyi Group, 4 Desember 2022 bertemu Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, membahas rencana pembangunan Pabrik penghiliran Pasir Korsa.
  • Airlangga Hartato, 12 April 2023 meluncurkan Program Rempang Eco-City di Jakarta dihadiri Tomi Winata. Kepala BP Batam menyerahkan rencana tersebut kepada PT MEG.
  • Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, 18 Juli 2023 bertemu petinggi Xinyi Group di Cina.
  • Menteri Lingkungan Hidup menyetujui pelepasan HPK seluas 7.572 hektare.
  • Presiden Joko Widodo dan Presiden Cina menyaksikan penandatanganan antara PT MEG dan Xinyi Group.

Kronologi Bentrokan Aparat Gabungan dengan Rakyat Rempang

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *