Mahkamah, Sebuah Pengadilan Hati Nurani

Asrul Sani
Asrul Sani
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Akmal Nasery Basral, Sosiolog, novelis Nagabonar Jadi 2 (2007) yang dikembangkan dari Nagabonar (1986) karya Sang Maestro Asrul Sani, mantan redaktur kompartemen luar negeri majalah berita Gatra dan Tempo

Hajinews.co.id – SASTRAWAN-DRAMAWAN-BUDAYAWAN besar Indonesia Asrul Sani (1926 – 2004) pernah menggubah naskah drama berjudul Mahkamah, Sebuah Pengadilan Hati Nurani. Pertama kali tayang di kanal televisi nasional TVRI  pada 1984. Empat tahun kemudian ditampilkan dalam bentuk drama teater di Gedung Kesenian Jakarta.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tahun 2007–tiga tahun setelah Asrul wafat–cerita ini kembali dipanggungkan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Drama sepanjang 2,5 jam itu disutradarai Jose Rizal Manua.

Para pemain dari Sanggar Pelakon pimpinan Mutiara Sani dan musik dikerjakan oleh Gibran, putra ketiga Asrul – Mutiara. Di antara penonton ada Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.

Mahkamah berkisah tentang Mayor Saiful Bahri, seorang purnawirawan tentara, yang sedang berada di ujung sakaratul maut. Dia ditemani Murni, sang istri, perempuan jelita di masa mudanya. Kembang rebutan perhatian para pemuda pergerakan.

Menjelang kematian Saiful, satu peristiwa masa lalu terputar begitu jelas di depan matanya. Seperti film yang diputar khusus untuknya.

Peristiwa saat dia menembak mati Kapten Anwar, anak buahnya yang menolak ditugaskan menumpas pemberontakan komunis di Madiun, 1948. Saiful marah besar dan menuduh Anwar sebagai pengkhianat negara. Dia putuskan menembak mati Anwar dengan tangannya sendiri.

Apakah tindakan Saiful sepenuhnya atas nama patriotisme? Saiful meyakini itu. Tetapi, sesungguhnya dia dan Anwar sedang berkompetisi ketat mendapatkan cinta Murni.

Anwar adalah saingan terkuatnya. Saat anak buahnya yang lain tak ada yang berani mendekati Murni, Anwar malah tak menunjukkan rasa segan dan sungkan sama sekali.

Selama bertahun-tahun sejak eksekusi mati Anwar, Saiful tak pernah memikirkan apa motif asli dari perbuatannya. Apalagi setelah Anwar tewas,  dia bisa menyunting Murni dan mereka hidup bersama sampai hari tua.

Tetapi kini justru di ujung hayatnya, sebuah mahkamah pengadilan terbentang. Dan dia menjadi terdakwa. Tiga orang hakim menatapnya tajam-tajam.

Hakim pertama adalah guru mengajinya masa kecil. Ustadz yang mengajarinya agama.

Hakim kedua seorang penulis biografi yang sudah merekam kehidupannya sebagai seorang patriot pembela tanah air. Hakim ketiga adalah seorang Letnan Kolonel, atasannya yang berarti juga atasan Anwar.

Persidangan berlangsung alot. Argumentasi silih berganti dari segala sisi. Saiful berhasil menjawabnya dengan jitu. Ketiga hakim berbeda pendapat tentang “benar” dan “salah” dalam kasus eksekusi Anwar itu.

Mereka tak bisa mengambil kata sepakat dan memutuskan mengundurkan diri. Sebuah mahkamah baru harus digelar dengan hakim tunggal. Tak dijelaskan siapa orangnya dan apa profesinya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *