Mahkamah, Sebuah Pengadilan Hati Nurani

Asrul Sani
Asrul Sani
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Nabi Muhammad ﷺ juga mengingatkan para hakim agar selalu berlaku adil dalam setiap keadaan, segala suasana. Baginda Nabi ﷺ mengatakan, “Hakim itu ada tiga macam. Dua di neraka, satu di surga. Hakim yang mengetahui kebenaran dan memutuskan perkara dengan ilmunya, dia akan masuk surga. Hakim yang mengetahui kebenaran tetapi berbuat zalim (tidak adil) dalam memutus perkara, maka dia akan masuk neraka. Dan seorang lagi hakim yang memutus perkara karena buta kebenaran dan berlaku curang, maka dia juga akan masuk neraka.”

Dalam semua bentuk peradilan dan mahkamah, hakim selalu menyidangkan kasus orang lain. Mereka menjadi pemutus perkara, penentu status akhir, bagi terdakwa.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Siapa yang benar, siapa yang salah. Siapa yang bebas, siapa yang dihukum. Siapa yang terkena peraturan, siapa yang mendapat pengecualian.

Bagaimana jika seorang hakim adalah juga seorang terdakwa?

Konstruksi sosial dan realitas legal-formal membuat hal ini mustahil terjadi. Sebab, tubuh manusia yang satu tak bisa berada di dua tempat pada waktu yang sama di kursi hakim, sekaligus di kursi terdakwa.

Namun, fiksi memberikan jalan keluar dalam semesta imajinasi. Mayor Saiful Bahri adalah seorang terdakwa sekaligus juga seorang hakim, dalam babak akhir drama Mahkamah, Sebuah Pengadilan Hati Nurani.

Kalbunya menjadi hakim yang menuntut penjelasan dan pertanggungjawaban tentang apa yang pernah dilakukannya di masa silam sebagai terdakwa.

Jika hakim yang dihadapinya orang lain, Saiful masih mampu menyusun argumentasi, mencipta alasan, mengemas tafsir dan pembenaran.  Sudah terbukti pada mahkamah pertama, ketiga hakim yang mengenal dirinya pun sampai mundur teratur tak bisa menghadapi kepiawaiannya bersilat lidah.

Tetapi dengan mahkamah berikutnya saat dia berhadapan dengan diri sendiri, siapa yang akan dikelabuinya?  Sementara nyawa sudah di ujung kerongkongan, napas sudah tersengal-sengal menjelang penghabisan?

Maka, Asrul Sani sejatinya tidak sedang berbicara tentang hakim, atau veteran perang, atau kisah cinta segi tiga, atau arti darma bakti bagi bangsa dan negara.

Asrul sedang mengingatkan kita bahwa semua orang akan menghadapi mahkamah masing-masing. Ketika hati nurani yang mengetahui motif segala perbuatan menjadi hakim tunggal untuk diri sendiri.

Masih untung jika setelah mahkamah itu selesai seseorang masih berumur panjang dan melakukan pertobatan. Tetapi bagaimana jika pada mahkamah terakhir kehidupan di dunia saat nyawa sedang sekarat, hidupnya langsung ‘lewat’ dan wafat?/Cibubur, 18 Oktober 2023

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *