Demi Gibran Setitik, Rusak Hukum Senegara

Demi Gibran Setitik
Mahkamah Keluarga
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Moh. Suaib Mappasila, Staf Ahli Komisi III DPR RI / Konsultan, Sekjen IKAFE (Ikatan Alumni Fak. Ekonomi dan Bisnis) Universitas Hasanuddin. Pemerhati masalah ekonomi, sosial dan hukum.

Hajinews.co.idSENIN (16/10/2023), adalah hari yang cukup melelahkan bagi publik Tanah Air. Pada hari itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ada tujuh putusan yang dibacakan pada hari itu, dengan materi gugatan serupa. Dari tujuh gugatan yang dibacakan putusannya oleh MK, hanya Permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dikabulkan oleh MK.

Meski begitu, terkabulnya satu putusan ini sudah cukup menjadi landasan hukum bagi mereka yang saat ini sudah/sedang menjabat sebagai kepala daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, meski usianya belum mencapai 40 tahun, bisa diusung sebagai capres-cawapres.

Permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023, diajukan oleh Mahasiswa atas nama Almas Tsaqibbirru dari Universitas Surakarta (Unsa) Solo.

Isi permohonannya adalah mengubah batas usia minimum capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dalam putusannya MK mengabulkan sebagian gugatan dengan syarat berpengalaman menjadi kepala daerah.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa pejabat negara yang dipilih lewat pemilu dan pilkada layak berpartisipasi untuk kontestasi capres-cawapres meski di bawah 40 tahun.

Alasannya mereka sudah teruji dan terbukti memperoleh legitimasi secara langsung dari rakyat. MK juga menilai norma pembatasan usia minimal merugikan atau menghilangkan kesempatan bagi figur/sosok generasi muda yang terbukti pernah terpilih melalui pemilu.

Konsekuensi dari putusan ini akan menjadikan sosok-sosok populer seperti Emil Elestianto Dardak (39 tahun), Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024, Gibran Rakabuming Raka (36 tahun), Wali Kota Solo saat ini, dan Adnan Purichta Ichsan (37 tahun), Bupati Gowa dua periode 2016-2021 dan 2021-2025 dapat mengajukan diri sebagai capres ataupun cawapres.

Hal ini akan memperluas peta persaingan dalam pilpres dan pemilu 2024 mendatang.

Meski demikian, hasil putusan ketujuh pemohonan ini menuai polemik di tengah masyarakat. Dengan dikabulkannya permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023, seolah melegitimasi opini publik yang sebelumnya menilai bahwa gugatan ini kental bernuansa politik.

Perkara ini menjadi sorotan publik dan dikaitkan dengan wacana anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka maju jadi cawapres di Pilpres 2024.

Sebab, jika merujuk UU Pemilu, saat ini usia Gibran yang baru 36 tahun belum memenuhi syarat.

Persoalannya, dengan adanya putusan ini, isu tentang adanya campur tangan politik Istana seperti mendapat legitimasi dan terus bermunculan di media sosial.

MK pun mulai diplesetkan singakatannya menjadi “Mahkamah Keluarga”, sebagai sindirian adanya politik dinasti.

Ditambah lagi, dalam hasil putusan MK Senin lalu, ternyata terdapat banyak polemik yang mewarnai putusan MK atas Pemohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Hal ini tercermin dari adanya sejumlah pandangan dari Hakim MK sendiri, di mana terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari 2 (dua) orang Hakim Konstitusi, serta terdapat pula pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 4 (empat) orang Hakim Konstitusi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *