Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Hajinews.co.id – Siapa yang tidak kenal Erick Thohir. Menteri BUMN yang iklan dan balihonya ada di mana-mana. Iklan dan baliho bakal cawapres.
Erick Thohir kerja keras. Dekati ormas terbesar, bahkan didaulat menjai bagian dari anggota ormas tersebut. Meski sebagai anggota baru, Erick Thohir sukses mengambil hati dan cukup mendapatkan keistimewaan.
Kalau anda tanya siapa loyalis presiden Jokowi, Erick Thohir akan menempati rangking pertama. Baru nama-nama menteri dan pendukung Jokowi lainnya. Isu santernya, Erick juga mendapat endorse kuat dari presiden Jokowi untuk menjadi cawapres. Mula-mula ke Ganjar Pranowo. Tapi Megawati tidak memberi kesempatan buat Erick. Lalu diendorse ke Prabowo. Operasi ke Prabowo diambil tanggung jawabnya oleh PAN. PAN terus saja menawarkan Erick Thohir untuk menjadi cawapres Prabowo.
Publik lalu bertanya: apa hubungan PAN dengan Erick Thohir? Kenapa PAN mengendorse Erick Thohir? Pengurus bukan. Elektabilitas belum kelihatan menjanjikan. Kenapa PAN tidak mengajukan Soetrisno Bachir atau Hatta Radjasa? Jelas kader dan mantan ketum PAN. Atau kenapa tidak mengajukan Zulkifli Hasan, ketum PAN sekarang? Unik. Ini tentu jauh dari normal. Dan dinamika politik pasca 2019, memang banyak ditemukan hal-hal yang tidak normal, jauh dari wajar.
PAN usulkan Erick Thohir jadi cawapres Prabowo. Ajaib ! Itulah fakta politiknya. Anda bisa telusuri faktor apa di balik dukungan PAN kepada Erick Thohir ini.
Setelah kerja keras dengan semua inatrumen, kemampuan lobi dan kekuatan logistik yang dikerahkan untuk mengambil cawapresnya Prabowo, muncul putusan Mahkamah Konsritusi (MK) tanggal 16 Oktober 2023 lalu. Putusan NK: “syarat capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau pernah berpengalaman menjadi kepala daerah”.
Jauh sebelum keputusan MK itu, publik sudah membaca bahwa keputusan MK itu memang sengaja disiapkan untuk Gibran maju menjadi cawapres Prabowo. Dan inilah yang memang didambakan sejak lama oleh Prabowo dan Gerindra. Di kepala Prabowo hanya ada Gibran. Erick Thohir dan Airlangga, dua nama ini tidak ada di kepala Prabowo. Kecuali terpaksa, baru jadi alternatif. Itupun alternatif paling akhir. Bagaimana dengan Yusril Ihza Mahendra? Tidak dosa juga punya harapan. Namanya juga usaha. Meski sulit memahami manuver Yusril ini. Dalam hal ini, jauh dari logis dengan harapannya itu. Sulit menemukan variabel yang menghubungkan dengan harapannya itu. Itulah kelebihan Yusril. Mungkin sedang mengikuti jejak Kiai Ma’ruf Amin.