Di Balik Pencawapresan Mahfud MD

Pencawapresan Mahfud MD
Mahfud MD dan Ganjar Pranowo
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Nasmay L. Anas

Hajinews.co.id – SEMUA sudah pada tahu. Bahwa Prof. Dr. Mahfud MD (MMD) telah ditetapkan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai Cawapres mendampingi Capres Ganjar Pranowo. Pertanyaannya, mengapa Megawati memilihnya, menyongsong Pilpres 2024 mendatang?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tak bisa disangkal bahwa publik menilai keterpilihannya terkesan sarat dengan politik identitas. Di antaranya, karena MMD berasal dari kalangan Nahdhiyin. Atau kelompok masyarakat muslim di bawah naungan ormas Nahdhatul Ulama (NU), yang merupakan ormas Islam terbesar di negeri ini. Yaitu kelompok masyarakat muslim yang di tataran grassroot memiliki sumber daya pemilih yang sangat besar. Terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Tentu saja hal ini cukup unik dan lucu. Karena selama ini politik identitas itu seolah dijadikan momok yang sangat menakutkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Dan tudingan sebagai pelaku politik identitas selama ini selalu diarahkan pada umat Islam. Yang antara lain sering dilontarkan oleh para tokoh yang berasal dari kandang PDIP dan sejumlah kalangan yang tidak suka dengan Islam politik.

Padahal dalam masyarakat beragama – apa pun agama dan kepercayaan yang dianut – faktor agama sebagai identitas politik tak dapat dihindari. Ini merupakan sebuah keniscayaan. Kalau mau lebih fair, sebenarnya dapat ditanyakan kepada mereka yang non-muslim: Bagaimana mereka menentukan pilihan dalam pemilu sejauh ini. Apakah penganut Kristen/Katholik, misalnya, tidak akan menentukan pilihan mereka berdasarkan agama yang mereka anut? Begitu juga penganut Hindu, Budha atau jenis kepercayaan lainnya.

Sebagai contoh, mungkinkah penganut Kristen/Katholik akan memilih calon anggota DPR/MPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang begitu kental keislamannya? Walaupun belum ada survey khusus soal ini, namun dari banyak fakta di lapangan, para pemilih dari kalangan non-muslim tidak akan memilih partai Islam. Tapi akan menjatuhkan pilihan mereka pada PDI Perjuangan atau partai lain yang tidak menonjolkan sisi keislamannya.

Persoalannya, negeri ini dihuni oleh masyarakat yang sebagian besar beragama Islam. Tidak peduli seberapa baik kualitas keberagamaannya. Yang menyebabkan para elit politik tidak bisa menutup mata terhadap besarnya suara pemilih dari kalangan muslim.

Karenanya tidak bisa ditolak kenyataan bahwa ketua umum partai seperti Megawati pun terjebak dalam politik identitas ini. Bertolak belakang dengan kesan yang dia perlihatkan selama ini.

Bukankah begitu banyak jejak digitalnya tentang pernyataan Megawati bahwa PDIP tidak butuh suara umat Islam? Bukankah begitu banyak pemberitaan tentang Megawati yang menyinyiri keyakinan beragama umat Islam, yang dia sebut sebagai masyarakat peramal masa depan? Utamanya terkait keyakinan umat Islam soal akhirat, surga dan neraka. Termasuk ucapan usilnya terhadap kaum wanita muslimah yang rajin ikut pengajian.

Lucunya, mereka yang selama ini menolak politik identitas justru terperangkap sebagai pelaku politik identitas. Itulah yang terjadi pada Megawati saat memilih MMD. Dengan pertimbangan bahwa MMD adalah orang NU alias bagian dari kaum Nahdhiyin. Sebagai dampak dari kepanikan putri Bung Karno itu, setelah mengetahui Capres Anies Rasyid Baswedan menjadikan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Cawapresnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *