Dinasti Politik Adalah Kejahatan Demokrasi

Dinasti Politik Adalah Kejahatan Demokrasi
Dinasti Politik Adalah Kejahatan Demokrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ada tiga prinsip demokrasi Pancasila, yakni kebebasan atau persamaan, kedaulatan rakyat, dan pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab.

1)    Kebebasan atau Persamaan (Freedom/Equality) adalah dasar dari demokrasi. Kebebasan sendiri dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dan memberikan hasil maksimal dari usaha yang dilakukan, tanpa pembatasan dari penguasa. Lebih lanjut, dengan prinsip persamaan, semua orang dianggap sama, dan memperoleh akses dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya; tanpa dibeda-bedakan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun, perlu diperhatikan bahwa kebebasan yang dikandung dalam demokrasi Pancasila ini tidak berarti Free Fight Liberalism yang marak tumbuh di Barat karena adanya pengakuan tentang kebahagiaan manusia yang relatif berbeda diantara belahan dunia.

2)    Kedaulatan Rakyat (people’s sovereignty), dalam konsepsi kedaulatan rakyat, kehendak rakyat dan kepentingan rakyat merupakan hakikat yang utama.

Sehubungan dengan ini, ada dua hal yang hendak dicapai, yakni mengecilkan risiko kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan, dan memastikan  kepentingan hak-hak dasar warga negara didalam konstitusi itu terwujud.

3)    Pemerintahan yang Terbuka dan Bertanggung Jawab, dengan kategori atau tolok ukurnya yaitu :  Dewan Perwakilan Rakyat yang representatif, Badan kehakiman/peradilan yang bebas dan merdeka dari intervensi dan konflik kepentingan, menumbuhkembangkan dialektika dalam demokrasi, memisahkan kepentingan privat dan kepentingan publik, prinsip negara hukum yang dibangun berlandaskan moral etika yang akan dicapai kontrak sosial didalam konstitusi, perlindungan hak-hak dasar warga negara, berjalannya mekanisme checks and balances untuk kepentingan rakyat, kualitas dan kuantitas kebahagiaan.

Dan untuk mewujudkan konsep negara demokrasi, diperlukan adanya prinsip yang menjadi tolak ukur dalam menilai negara yang demokratis didalam 4 pilar sebagai berikut:

  1. Lembaga legislatif atau parlemen sebagai wakil rakyat yang memastikan kepentingan politik warga negara didalam konstitusi itu dilaksanakan oleh pemerintah.
  2. Lembaga eksekutif sebagai pemerintahan yang berkewajiban melaksanakan kepentingan politik warga negara didalam konstitusi .
  3. Lembaga yudikatif sebagai tempat mewujudkan keadilan.
  4. Partai politik, Ormas, Asosiasi, Pers dan lainnya yang hidup dimasyarakat sebagai bentuk suara rakyat dan alat kontrol kekuasaan yang menekankan pentingnya kekuasaan yang terbatas agar perampasan hak-hak dasar warga negara tidak terjadi (Konstitusionalisme), bukan justru sebaliknya dengan memperjuangkan kepentingan kekuasaan sebesar-besarnya.

Di dalam proses kematangan demokrasi di Indonesia saat ini ditemukan fenomena kekuasaan politik  yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga lebih mendominasi diantara empat pilar tersebut.

Dan fenomena penurunan kualitas legislatif akibat peningkatan kuantitas transaksional menyebabkan kekuasaan pemerintahan bersifat absolutisme tanpa moral etika dan dialektika namun menyematkan retorika fiksi kebahagiaan fisik didalam alam bawah sadar masyarakat dengan aroma realita dinasti politik.

Disediakan bentuk wadah dinasti kepada materi jiwa dan akal pikiran masyarakat Indonesia sehingga moral etika dan dialektika dalam demokrasi hanyalah fatamorgana.

Di dalam pandangan etika normatif dan deskriptif terhadap dinasti politik, maka terlihat jelas kejahatan di dalam demokrasi, namun pandangan etika terapan terhadapa fenomena dinasti politik merupakan langkah pragmatis  mencapai kekuasaan dan masih bersifat kontroversial atas dasar kuantitas masyarakat.

Dinasti politik merupakan praktik terlarang dalam demokrasi, karena menghilangkan moral etika dan dialektika yang mempertahankan hak-hak dasar warga negara.

Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik  yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Dinasti politik lebih identik dengan kerajaan agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Apa yang terjadi seandainya negara atau daerah menggunakan dinasti politik ?

Tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis dibandingkan dengan merit sistem dalam menimbang kualitas dan prestasi.

Dahulu pewarisan ditunjuk langsung, namun saat ini menggunakan jalur politik prosedural dengan pengaturan bersama pada hukumnya.

Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural.

Dinasti politik harus dilarang dengan tegas, karena menghina nilai-nilai moral etika terutama virtue kemuliaan bangsa yang berakhlak mulia, dan menghina harkat manusia yang berakal dalam demokrasi, dan menghina martabat dignity yang sama pada setiap warga negara.

Maraknya manfaat dari martabat dignity kekerabatan secara tradisional masih mendominasi wilayah unconscious akal pikiran masyarakat Indonesia di berbagai pemilihan umum, maka memunculkan kegembiraan di dalam neopatrimonialistik dalam berbagai hal.

Jika kuasa para dinasti di seluruh Indonesia tidak diantisipasi, maka pasti mengakibatkan maraknya perampasan hak-hak dasar manusia, korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *