Surat Terbuka Kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi: Makna dan Substansi Pasal 24C UUD 1945

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Perihal: Makna dan Substansi Pasal 24C UUD 1945 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Bersifat Final – Putusan Melanggar Hukum Wajib Batal Demi Hukum.

Oleh Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.co.id – Tugas Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi sungguh maha berat.

Bukan karena materinya berat, tetapi karena dikejar waktu.

Salah satu dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan adalah hubungan kerabat, atau benturan kepentingan, antara pihak yang berperkara, yaitu ketua hakim konstitusi Anwar Usman, yang berstatus sebagai adik ipar Presiden Jokowi, sekaligus paman dari Gibran yang patut diduga sebagai pihak yang akan menerima manfaat dari uji perkara dimaksud di atas.

Mahasiswa yang mengajukan permohonan uji materi secara jelas menyatakan kagum atas prestasi Gibran di dalam permohonannya, oleh karena itu memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar kepala daerah juga bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden meskipun belum cukup umur seperti diatur di dalam UU.

Berdasarkan pasal 17 ayat (5) UU kekuasaan Kehakiman No 48 Tahun 2008, ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dilarang ikut menangani perkara ini karena ada benturan kepentingan.

Kekhawatiran UU dan kekhawatiran masyarakat terbukti. Benturan kepentingan ini menghasilkan putusan kontroversial. Mahkamah Konstitusi diduga memutus perkara melampaui wewenang yang diberikan Konstitusi (UUD).

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengabaikan pasal 17 ayat (5) tersebut. Anwar Usman diduga keras mempunyai niat tidak baik dalam menangani perkara ini, sehingga menghasilkan putusan tidak berdasarkan pertimbangan hukum secara murni dan adil. Anwar Usman mengabaikan azas iktikad baik (good faith) yang menjadi pedoman dan tuntutan dalam menjalankan hukum secara adil.

Karena itu, para pelapor dugaan pelanggaran kode etik memohon kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Anwar Usman bersalah melanggar pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman.

Sebagai konsekuensi, putusan hakim tersebut dinyatakan tidak sah, atau batal demi hukum, sesuai bunyi pasal 17 ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman.

Pada kesempatan konferensi pers yang digelar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (31/10), wartawan bertanya apakah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie tidak menjawab secara jelas. Jimly Asshiddiqie ragu apakah mempunyai wewenang membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi, dengan alasan pasal 24C ayat (1) UUD menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final.

Sedangkan hierarki UU Kekuasaan Kehakiman berada di bawah UUD sehingga tidak bisa bertentangan atau membatalkan pasal di dalam UUD.

Jimly Asshiddiqie kemudian minta kepada masyarakat untuk memberi alasan yang bisa meyakinkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat dibatalkan.

Dalam kesempatan ini, saya ingin memberi sumbang saran bahwa putusan Mahkamah Konstitusi terkait perkara ini wajib dinyatakan tidak sah, sesuai konstitusi. Artinya, tidak melanggar pasal 24C ayat (1) UUD dimaksud.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *