Disway: Luhut Presiden

Luhut Presiden
Ditemani istrinya, Luhut mengungkapkan kondisinya saat ini yang tengah menjalani recovery di RS Singapura. -Tangkapan layar [email protected]
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.co.id – SAYA harus mampir Singapura. Dari Xiamen. ”Tidak tengok Pak Luhut,” tanya dokter Disway Agus Fahruddin.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya pun jadi kepikiran. Iya ya. Siapa tahu dokter mengizinkan. Siapa tahu Pak Luhutnya sendiri mau menerima.

Nasib baik.

Saya bisa besuk pukul 18.00. Kemarin petang.

Saya pun kontak Meiling: bisakah mengantar ke rumah sakit. Dia datang bersama Daniel, suaminyi. Pakai mobil ehm itu.

Saya tidak memberi tahu bahwa yang akan saya besuk adalah Menko Marves, jenderal bintang empat, orang kepercayaan Presiden Jokowi, tokoh serba bisa: Luhut Binsar Pandjaitan.

Meiling juga tidak bertanya. Dia tipikal orang Barat. Tidak banyak tanya soal pribadi.

Saya tahu jam itu Robert Lai lagi sibuk dengan Dorothy, istrinya. Mereka ke dokter di jam yang sama. Saya mencegahnya memaksa menjemput. Kan ada Meiling.

Masih ada waktu satu jam. Saya dibawa ke kampung Arab. Makan paha kambing panggang. Roti maryam. Teh tarik. Restonya persis di seberang Masjid Sultan –berkapasitas 5000 orang.

Dulunya istana Singapura di sebelah masjid itu. Boleh dikata inilah ”kota bisnis” pertama Singapura di masa lalu. Sebelum belakangan bergeser ke Orchard Road.

Di rumah sakit saya dijemput dokter Pak Luhut di lobi. Tinggi. Ganteng. Muda. Badan langsing berotot. Dari Jakarta. Alumni UKI. Ahli fisioterapi.

Saya tidak punya kartu pembuka penyekat lobi. Maka harus ada yang menjemput.

Untuk naik ke lantai 8. Di lobi saya tidak bertemu orang Indonesia satu pun. Beda dengan di RS Mount Elizabeth. Tidak sengaja tertabrak pun pasti itu orang Indonesia.

Saya hafal rumah sakit ini: pernah dirawat di sini satu minggu. Sekitar 17 tahun lalu. Waktu itu saya baru selesai operasi transplantasi hati di Tianjin. Berhasil.

Dalam perjalanan pulang saya diminta periksa dulu di rumah sakit ini. Akan dicek apakah transplant-nya berhasil bagus. Yang meminta begitu Madam Hoching, istri perdana menteri Singapura. Dia pula yang menanggung segalanya.

Hasilnya: bagus. Saya boleh pulang ke Indonesia.

Masuk kamar Pak Luhut saya kaget: beliau tampak sudah sehat.

Wajahnya merona. Tawanya lebar. Jalannya tidak tertatih.

Saya pelototi wajahnya: normal sekali, seperti sebelum sakit. Hanya rambutnya yang berubah: memutih. Itu karena tidak dihitamkan lagi.

Putrinya, Paulina Uli Pandjaitan, ada di situ. ”Sejak hari pertama,” kata Paulina.

”Waktu Bapak presiden ke sini saya belum bisa berjalan,” ujar Luhut. ”Hari ini saya sudah bisa berjalan 1 km,” tambahnya.

Sudah tidak ada selang infus di lengannya. ”Perkembangan tiga hari terakhir seperti sebuah lompatan,” kata Uli, panggilan Paulina sehari-hari. ”Ya kan, dokter?” kata Uli sambil menoleh ke dua dokter asal Indonesia di kamar itu.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *