Disway: Luar Dalam

Luar Dalam
Penasaran melihat Sirkuit Mandalika--
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Semua marshal itu putra asli Lombok. Mereka dilatih khusus. Sampai 12 kali. Lalu mendapat sertifikat dari organisasi dunia MotoGP.

Di Mandalika kemarin saya bertemu banyak marshal. Salah satunya: Mohammad Tata Aprialdi. Ia mahasiswa semester tujuh fakultas teknik Universitas Mataram. Prodi teknik mesin. Rumahnya 15 km dari Mandalika.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Waktu itu Tata mendengar ada perekrutan marshal. Tata masih semester lima. Tapi ia gemar balap motor. Tata sendiri punya motor Honda CRF150L. Ia suka ngebut. Arena kebutnya di jalan by pass Mataram. Lapang. Sepi. Ia pernah menggeber motornya itu 200km/jam.

Tata memang minta ke ayahnya motor jenis itu. Ayahnya pegawai negeri. Langsung dibelikan. ”Ayah dulu juga suka balapan,” ujar Tata.

Di balapan terakhir kemarin Tata dapat tugas pegang bendera. Di balapan pertama tugasnya di penyelamatan kecelakaan.

Pembalap kecintaannya adalah Marc Marquez. ”Saya suka caranya menikung. Hampir seluruh badan sampingnya terkena aspal,” katanya.

Marquez tiga kali ke Mandalika. Tata sempat bertemu. Bahagia. Bahkan sempat bikin video berdua.

Kawasan Mandalika kini memang sudah berubah. Terutama jaringan jalan rayanya. Selebihnya masih sama seperti dulu. Kalau pagar itu dibuat model lain, kawasan Mandalika langsung terlihat indah dan grand-nya.

Saya ingat begitu sulit menghidupkan Mandalika. Salah satu kendalanya: Mandalika menjadi anak perusahaan BTDC (Bali Tourism Development Corporation).

Artinya: Lombok berada di bawah Bali. Elite Lombok tidak mau itu, tapi juga sungkan untuk mengatakannya secara terbuka.

Maka seseorang menciptakan terobosan psikologis. Didirikanlah ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation). Lalu Mandalika dipindah dari milik Bali menjadi milik Indonesia. BTDC sendiri juga menjadi di bawah Indonesia.

Urusan psikologi Bali-Lombok pun selesai.

Di bawah pemerintahan Jokowi, Mandalika digerakkan luar biasa. Nama Mandalika pun menjadi merek yang berharga.

Nama besar itu yang kini ditawar-tawarkan. Pembelinya saja yang masih belum datang.

Kemarin-kemarin masih menunggu Covid reda. Kini menunggu wabah politik reda. (Dahlan Iskan)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *