DPR Mempunyai Wewenang Konstitusi Berhentikan Presiden: Sebagai Wujud Pelaksanaan Fungsi Pengawasan

DPR Mempunyai Wewenang Konstitusi Berhentikan Presiden
DPR Mempunyai Wewenang Konstitusi Berhentikan Presiden
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Hajinews.co.id – Gibran Gate membuka mata dan hati masyarakat Indonesia. Mereka terhentak tidak terpercaya melihat permainan yang sedemikian kotor. Putusan Mahkamah Konstitusi penuh intrik dan manipulatif. Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, yang juga sebagai paman Gibran dan adik ipar Jokowi, terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dalam perkara gugatan persyaratan batas usia capres-cawapres, yang memberi jalan kepada Gibran untuk menjadi calon wakil presiden.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya muak. Kata seorang gadis belia seperti terlihat di video yang sempat viral, dengan latar belakang baliho besar bergambar Gibran.

Rakyat juga muak.

Seiring dengan pelanggaran berat kode etik dan pelanggaran hukum Anwar Usman, suara pemakzulan terhadap Jokowi juga mulai terdengar. Semakin lama semakin lantang.

Beberapa perwakilan partai politik juga tidak menafikan hal itu. Pemakzulan presiden bisa dilakukan kalau memenuhi ketentuan Pasal 7A undang-undang dasar (UUD): “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela …..”

Pemakzulan presiden ini bahkan merupakan kewajiban konstitusi DPR, sebagai wujud pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap presiden dan wakil presiden seperti diatur di Pasal 7B ayat (2) UUD: “Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ….. adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Kewajiban konstitusi terkait fungsi pengawasan DPR, di samping fungsi legislasi dan fungsi anggaran, ditegaskan di Pasal 20A ayat (1) UUD: “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.”

Semua itu menjelaskan, pemberhentian presiden dalam masa jabatan merupakan kewajiban konstitusi DPR, dalam hal presiden melakukan pelanggaran hukum, pelanggaran konstitusi, atau perbuatan tercela lainnya.

Pertanyaannya, apakah Jokowi telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum seperti dimaksud di atas, sehingga bisa diberhentikan?

Berdasarkan pengamatan terhadap perilaku pemerintahan Jokowi selama ini, banyak pihak menduga Jokowi telah melakukan berbagai pelanggaran. Puncaknya kasus Gibran Gate yang diduga ada intervensi dari pihak luar terhadap putusan MK. Selain itu, Gibran Gate juga menebar aroma KKN yang diduga melibatkan kerabat, baik secara langsung atau tidak langsung, seperti terungkap dari wawancara Hasto Kristiyanto di salah satu podcast, maupun dari publikasi Tempo.

Salah satu tugas penting DPR adalah mendalami dan menemukan fakta atau bukti apakah benar Jokowi telah melakukan pelanggaran hukum seperti yang didugakan kepadanya.

Tugas menemukan fakta atau penyelidikan tersebut bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap presiden.

Agar fungsi pengawasan DPR dapat berjalan sesuai kewajiban konstitusi, maka DPR diberi wewenang dan hak konstitusi untuk melakukan penyelidikan secara luas, yaitu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk minta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *