Pembangunan Berbasis Nilai: Telaah atas Pandangan Politik Anies-Muhaimin

Pandangan Politik Anies-Muhaimin
Anies-Muhaimin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin Ibrahim (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.co.id – PERUBAHAN merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan. Perubahan bisa bergerak ke arah yang baik, benar dan bermanfaat, bisa pula berlangsung sebaliknya buruk, keliru dan mendatangkan keburukan. Disinilah arti penting suatu nilai menjadi pegangan dalam menjalankan politik pembangunan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Jika seorang pemimpin berpegang kepada nilai, maka ia akan memandu mereka yang dipimpin ke jalan yang benar, dan bilamana ia tersesat, maka nilai akan memandunya kembali ke jalur yang benar. Namun bilamana seorang pemimpin tidak berpegang kepada suatu nilai, maka ketika ia tersesat, ia tidak akan pernah tahu jalan kembali, karena tidak memiliki kompas untuk menunjukkan jalan untuk kembali. Kompas, atau panduan dalam perjalanan, inilah fungsi nilai tersebut dalam pembangunan. Demikian yang seringkali disampaikan oleh Anies Baswedan di sejumlah forum. Lalu nilai seperti apa yang mesti jadi pegangan bagi setiap pemimpin di Tanah Air? Anies mengatakan nilai tersebut adalah Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Di sejumlah kesempatan berdialog seringkali muncul pertanyaan perihal bagaimana pelaksanaan nilai-nilai agama, khususnya Islam yang mayoritas di anut oleh rakyat Indonesia.

Atas pertanyaan demikian, Anies maupun Cak Imin menyampaikan bahwa sikap washatiyah dalam pelaksanaan ajaran Islam harus dikedepankan dan di utamakan. Karena istilah washatiyah ini belum sepenuhnya familiar dengan bahasa percakapan masyarakat sehari-hari di tanah air, seringkali ada yang memahaminya sebagai “pertengahan” padahal pengertian seperti ini tidak adequate dengan makna kata washatiyah itu. Terlebih lagi jika istilah washatiyah ini diterjemahkan dengan “moderat” sebagaimana yang banyak dilakukan di dunia barat, dan secara latah di ambil istilah moderat ini menjadi nomenclatur program yang dikenal dengan istilah “moderasi” dalam pembangunan keagamaan. Keliru dan tidak tepat sebagaimana yang dimaksud dengan washatiyah.

Kita perlu mensosialisasikan pengertian washatiyah yang tepat kepada masyarakat supaya kekeliruan yang selama ini berlangsung bisa di perbaiki.

Makna yang sesungguhnya dari washatiyyah itu adalah “tidak berat sebelah”, “seimbang” “tidak melampuai batas” “proporsional” “tepat qadarnya atau ukurannya”.

Dari arti kata “tidak berat sebelah” muncul istilah wasit sebagai kata dasarnya. Dengan sikap yang “tidak berat sebelah” itu memunculkan makna “seimbang”, dengan demikian “tidak melampaui batas” atau proporsional, sehingga menghadirkan pengertian terdalam dari istilah tersebut, yakni “sesuai ukuran” atau qadar-nya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *