Kultum 283: Mengapa Beriman kepada Tuhan Allah (1)

Mengapa Beriman kepada Tuhan Allah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Percaya kepada Tuhan Allah adalah di mana jantung Islam itu berada. Sedangkan inti dari Syahadat atau persaksian adalah keyakinan kepada Tuhan Allah dan penghambaan diri kepada-Nya, serta merupakan sarana yang melaluinya seseorang dapat menemukan Tuhan. Jadi, inti dari akidah Islamiyah adalah menyaksikan, La illaha illa Allah, “Tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah”.

Kesaksian akan keyakinan seperti ini, yang juga disebut tauhid, merupakan poros di mana semua ibadah Islamiah berputar. Selain itu, ucapan ini adalah kesaksian pertama dari dua kesaksian yang dengannya seseorang menjadi seorang Muslim. Dengan itu dia berjuang setelah realisasi ke-satu-an atau tauhid yang merupakan inti dari kehidupan Islam itu.

Dahulu, bagi banyak non-Muslim, kata ‘Allah’ adalah nama Arab bagi Tuhan, yang saat itu mengacu pada ‘dewa’ yang jauh dan aneh, yang disembah oleh orang Arab. Bahkan sebagian menganggapnya sebagai ‘dewa bulan’. Namun, dalam bahasa Arab, nama Allah berarti Tuhan Yang Maha Esa. Orang Yahudi dan Kristen yang berbahasa Arab bahkan menyebut “Yang Maha Tinggi, sebagai Allah”.

Lantas, bagaimana manusia menemukan Tuhan? Filsuf Barat, mistikus Timur, serta ilmuwan masa kini berusaha memahami Tuhan dengan cara mereka sendiri. Para mistikus mengajarkan tentang Tuhan yang ditemukan melalui pengalaman spiritual. Jadi, Tuhan itu merupakan bagian dari dunia dan bersemayam di dalam ciptaan-Nya.

Berbagai sumber menceritakan bahwa para filosof mencari Tuhan melalui akal murni dan sering berbicara tentang Tuhan, misalnya, sebagai Pembuat Jam yang terpisah tanpa minat pada ciptaan-Nya. Sekelompok filosof lain mengajarkan agnostisisme, sebuah ideologi yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat membuktikan atau menyangkal keberadaan Tuhan. Secara praktis, seorang agnostik menegaskan bahwa dia harus dapat melihat Tuhan secara langsung untuk memiliki iman.

Sehubungan dengan usaha manusia yang kesana kemari ini, Allah telah berfirman,

وَقَالَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللّٰهُ

اَوْ تَأْتِيْنَآ اٰيَةٌ ۗ كَذٰلِكَ قَالَ الَّذِيْنَ مِنْ

قَبْلِهِمْ مِّثْلَ قَوْلِهِمْ ۗ تَشَابَهَتْ قُلُوْبُهُمْ ۗ

قَدْ بَيَّنَّا الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ

Artinya:

Dan orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan berkata, “Mengapa Allah tidak berbicara dengan kita atau datang tanda-tanda (kekuasaan-Nya) kepada kita?” Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah berkata seperti ucapan mereka itu. Hati mereka serupa. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang yakin (QS. Al-Baqarah, ayat 118).

Argumen seperti itu bukanlah hal yang baru; orang-orang di masa lalu dan sekarang juga mengajukan argumen yang sama. Menurut Islam, cara yang benar untuk menemukan Tuhan adalah melalui ajaran para nabi yang terpelihara. Islam menyatakan bahwa sepanjang jaman, para nabi diutus Tuhan untuk membimbing manusia agar sampai kepada-Nya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *