BEM UIN Malang, Tolak Dinasti Politik untuk Melanggengkan Kekuasaan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Situasi politik jelang Pemilihan Presiden 2024 tak lepas dari pengamatan masyarakat, termasuk mahasiswa.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, misalnya, mengaku kecewa dengan adanya upaya dari pihak-pihak yang saat ini berkuasa untuk melanggengkan kekuasaannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Kami kecewa kepada orang-orang yang diberi amanah oleh rakyat tetapi tidak sepenuhnya bertanggung jawab, entah menggunakan alasan kepentingan dalam bentuk apapun,” ujar Naufal Dava Gradysa, Ketua BEM UIN Malang, Rabu (6/12/2023).

Terlebih pada saat sekarang ini, lanjut Dava, sapaan akrabnya, di tahun politik di mana semakin banyak pihak-pihak yang berusaha mempertahankan serta melanggengkan kekuasaannya.

“Contohnya terkait permasalahan yang terjadi dalam pekan terakhir ini, yakni Putusan MK Nomor 90 beserta fenomena MKMK yang menjerat beberapa hakim konstitusi,” lanjutnya.

Terkait pelanggaran berat kode etik Hakim Konstitusi yang menjerat beberapa hakim khususnya Ketua MK Anwar Usman yang dicopot dari jabatannya, mahasiswa sangat menyayangkan dengan kejadian tersebut karena telah menabrak prinsip yang krusial dan wajib dipatuhi oleh para hakim konstitusi.

“Pelanggaran tersebut cukup mengacaukan kepercayaan rakyat terhadap keadilan di negeri ini,” pungkasnya.

Mahasiswa Kendari tolak politik dinasti

Sebelumnya, ribuan mahasiswa dari yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat (AMARA) menggelar Mimbar Demokrasi di Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), Kendari, Selasa (5/12/2023).

Koordinator aksi, Ardianto mengatakan tujuan kegiatan tersebut menolak politik dinasti dan pelanggaran HAM.

Menurut Ardianto, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI Tahun 2023 terkait batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden penuh dengan kepentingan elite.

Apalagi, melalui keputusan tersebut, Gibran Rakabuming Raka maju menjadi calon wakil presiden.

“Yang sangat kita miriskan dengan kejadian kemarin putusan MK. Kami menduga ada sebuah settingan oleh MK sehingga sengaja dibukakan gerbang sebesar-besarnya agar bisa mendaftar,” ujarnya.

Awal kontroversi politik dinasti

Sosok Anwar Usman menjadi perhatian utama usai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) kepadanya.

Anwar terbukti melanggar kode etik dan sederet prinsip profesi terkait uji materi pasal syarat batas usia calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023) ketika itu.

Putusan MKMK itu turut memberikan kesan ternyata penanganan perkara uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) tidak dilakukan dengan baik yang dampaknya cukup besar terhadap situasi politik menjelang pemilihan presiden.

Di sisi lain, sosok Anwar juga menjadi sorotan setelah menikah dengan Idayati, adik dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dia menjadi pusat perhatian ketika sejumlah pihak mengajukan uji materi terhadap syarat batas usia capres-cawapres.

Dari sekian gugatan yang ditangani adalah uji materi nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.

Almas merupakan anak dari advokat sekaligus Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

Dalam putusannya, MK menyatakan mengabulkan sebagian gugatan.

“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Anwar saat membacakan amar putusan pada 16 Oktober 2023 lalu.

Dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Alhasil, putusan MK memicu perdebatan. Sejumlah pakar hukum tata negara menilai seharusnya yang berwenang mengubah buntut dari sebuah Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, bukan MK, karena menganut prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy).

Sejumlah pihak lantas melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Anwar ke MK. Pihak-pihak yang mengajukan gugatan adalah praktisi hukum Denny Indrayana serta akademisi pakar tata negara Zainal Arifin Mochtar.

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *