Perang Makin Memanas, Duet Hamas dan Houthi jadi Lawan Kuat Amerika dan Israel, Perang Rudal Hingga Strategi Bobby Trap

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Amerika Serikat dan Israel kini mendapat lawan yang kuat di medan perang yang berada di Timur Tengah. Diketahui perang antara Israel dan Hamas hingga kini masih terus berlanjut dan makin memanas.

Bukannya membantu memuluskan gencatan senjata dan berdamai, Amerika Serikat malah terang-terangan membantu Israel menggempur Gaza, Palestina.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sementara kelompok Houthi di Yaman pun secara terang-terangan membela kelompok Hamas, Palestina. Bergabungnya Hamas dan Houthi menjadi lawan yang kuat untuk dihadapi oleh Amerika Serikat.

Namun perang antara keduanya bisa saja melebar hingga ke seluruh kawasan Timur Tengah, khususnya Iran.

Robert Inlakesh, seorang pengamat politik di London, Inggris, mengetakan Houthi dan Hamas akan menjadi lawan yang berat bagi Israel dan Amerika Serikat.

Dalam tulisannya di Russian Today, (23/12/2023), Inlakesh mengatakan Houthi telah melancarkan rudal balistik dan rudal penjelajah ke arah Israel.

Kemudian, Houthi mencegah kapal-kapal Israel melewati Laut Merah dan mengumumkan adanya penutupan rute ke Pelabuhan Eilat.

Setelah Houthi menyita beberapa kapal dan menyerang kapal lain dengan pesawat nirawak, aktivitas di Eilat anjlok hingga 85 persen.

Dikutip dari Calcalis Tech, Direktur Jenderal Eilat, Gideon Golber mengatakan pihaknya akan meminta kompensasi dari pemerintah atas hilangnya sejumlah pendapatan.

Perusahaan ekspedisi dari Israel dan negara lainnya kemudian memilih mengambil rute yang lebih panjang dalam perjalanan ke Israel.

Rute panjang itu membuat waktu perjalanan molor hingga 12 hari dan biayanya membengkak.

Di tengah sepak terjang Houthi itu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin melawat ke Timur Tengah untuk mengumumkan adanya satuan tugas (satgas) angkatan laut yang dikerahkan ke Laut Merah.

Satgas itu beranggotakan beberapa negara. Namun, satu-satunya negara Arab yang ikut serta adalah Bahrain. Inlakesh mengatakan keberadaan satgas itu merupakan bentuk intervensi AS.

Menurut dia, pengaruh AS telah memudar karena gagal gagal meyakinkan negara-negara penting di kawasan itu untuk bergabung.

Inlakesh kemudian menyinggung koalisi Arab Saudi yang ikut campur dalam urusan politik di Yaman tahun 2015. Koalisi itu didukung oleh AS yang kala itu masih dipimpin oleh Presiden Barack Obama.

Tujuan koalisi itu ialah melengserkan Houthi dari kekuasaannya di Yaman.

Meski kekuasaan Houthi di Yaman tidak diakui oleh dunia internasional, kelompok itu mengontrol lebih dari 80 persen penduduk di negara itu.

Di samping itu, Houthi juga didukung oleh dua pertiga seluruh militer di Yaman.

Houthi naik ke tampuk kekuasaan setelah gejolaj revolusi tahun 2014 yang membuat Presiden Yaman saat itu, Abdrabbuh Mansour Hadi, mengundurkan diri dan kabur dari negaranya.

Barat meremehkan kelompok Houthi dan menyebutnya sebagai “pemberontak yang didukung Iran”.

Selama bertahun-tahun Barat berusaha membuat narasi bahwa Houthi bukan kelompok kuat.

Namun, pembentukan koalisi angkatan laut yang baru saja diprakarsai oleh AS telah menunjukkan bahwa Houthi adalah kelompok kuat di Timur Tengah.

Di samping itu, menurut Inlakesh, serangan Houthi ke Abu Dhabi dan Dubai pada bulan Januari 2022 membuktikan bahwa bantuan Barat tidak cukup untuk menjaga keamanan di Uni Emirat Arab (UEA).

Houthi juga memamerkan kemampuan rudal dan drone miliknya dengan menyerang target-target di Arab Saudi.

Di sisi lain, AS ingin membantu menggulingkan pemerintahan Houthi. Setelah resmi menjabat tahun 2021 lalu, Presiden AS Joe Biden berjanji akan mengakhiri perang di Yaman.

Namun, AS tidak memenuhi janjinya dan justru berupaya menjadi juru damai antara Arab Saudi dan Israel.

Kata Inlakesh, AS telah mengizinkan perang Israel-Palestina meluas menjadi konflik regional Arab-Israel yang lebih luas.

Pemimpin Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, telah menegaskan bahwa pasukannya tidak akan diam saja jika AS ingin memperluas konflik itu hingga ke Yaman.

Selain itu, konflik antara Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon juga meningkat belakangan ini.

Inlakesh menyebut AS telah gagal mengajak negara-negara besar di Timur Tengah untuk memperbesar perang Hamas-Israel. Seperti Rusia dan Tiongkok, negara-negara Arab lebih memilih mendukung adanya gencatan senjata.

Pengamat politik itu menyebut dunia telah melihat kemunafikan AS.

Saat ini korban tewas di Gaza sudah mencapai lebih dari 23.000 orang. Sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.

Namun, AS terus menggagalkan resolusi gencatan senjata dan justru mati-matian membela AS.

Menurut Inlakesh, AS kini juga mengancam akan menyeret koalisi Barat ke dalam perang di Yaman.

Houthi kemudian blokade kapal yang akan menuju Israel akan berakhir jika perang di Gaza juga berakhir.

Inlakesh meyakini ancaman AS terhadap Yaman tak akan membuahkan hasil selain eskalasi perang.

Taktik Bobby Trap Bikin Israel KO

Tentara IDF Israel benar-benar kerepotan dan ketakutan perang secara terbuka dengan pasukan pejuang Palestina dibawah bendera Hamas.

Ribuan tentara IDF Israel tewas dan banyak yang terluka hingga mengalami cacat akibat perang melawan Hamas.

Khawatir kelemahannya diketahui dunia, Israel pun enggan mempublikasikan jumlah tentaranya yang tewas menjadi korban Hamas.

Dunia telah mengakui, strategi perang yang dilakukan oleh Israel dengan dukungan peralatan milter canggihnya telah kalah melawan Hamas.

Tank yang diklaim terkuat di dunia yang harganya sangat mahal terbukti, hancur lebih hanya dengan tembakan rudal murahan rakitan tangan pejuang Hamas.

Strategi Hamas benar-benar jitu dan menakutkan bagi pasukan IDF Israel. Bahkan pihak tentara Israel ada yang ketakutan, mereka tak melihat pejuang Hamas saat melakukan perang terbuka.

Mereka mengaku tembakannya seperti mengenai angin yang dianggapnya perang melawan hantu.

Strategi jebakan dan penyergapan yang dilakukan oleh Hamas pun berhasil membunuh banyak pasukan IDF Israel.

Menurut Washington Post pada hari Jumat (22/12/2023) , IDF terperdaya masuk ke perangkap yang mematikan di dekat Kamp Pengungsi Jabalia.

Dalam sebuah pernyataan minggu lalu, IDF merinci bagaimana Hamas menjebak mereka menggunakan boneka dan ransel anak-anak dengan pengeras suara yang memutar suara tangisan.

Beberapa analis berasumsi, bahwa jebakan-jebakan ini membingungkan IDF sehingga mereka membunuh tiga tawanan Israel di Gaza pekan lalu.

IOF mungkin ketakutan dan langsung menembak warga negaranya begitu saja.

Senada dengan itu, peneliti senior di Universitas Tel Aviv, Kobi Michael, menekankan bahwa booby trap ini dimaksudkan untuk menciptakan “kebingungan, kekacauan, kemarahan, dan frustrasi” bagi pasukan Israel.

Ia menambahkan bahwa pasukan Israel yang menghadapi konfrontasi jarak dekat yang intens mungkin benar-benar kelelahan dan takut.

Menurut surat kabar tersebut, IOF dan Hamas terlibat dalam konfrontasi di medan perang yang semakin kompleks.

Israel mengerahkan drone dan robot abad ke-21 sementara Hamas mengandalkan beberapa taktik kuno, seperti tipu daya, kejutan, penyergapan.

Hamas dilaporkan terlibat dalam konfrontasi baik di atas maupun di bawah tanah.

Mereka bermanuver di antara gedung-gedung, mencoba menyergap pasukan Israel.

Meski begitu, Washington Post mengutip analis Israel yang mengatakan bahwa pasukan Israel sedang berjuang untuk mencapai tujuan yang bertentangan, yakni menemukan dan membunuh pejuang Hamas sambil juga mencoba menyelamatkan tahanan.

Apa Itu Booby Trap?

Kata “booby” telah digunakan setidaknya sejak akhir abad ke-17 yang memiliki bodoh atau idiot, mengutip Grammar Monster.

Awalnya, jebakan booby atau booby trap berarti jebakan sederhana, yang mana hanya orang bodoh yang terperdaya.

Belakangan, makna booby trap diartikan sebagai “perangkat berbahaya yang dirancang untuk menjebak korban yang tidak menaruh curiga, biasanya dengan semacam umpan untuk memikat korban. “

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *