Mengenang Gus Dur Sang Pemersatu Bangsa

Mengenang Gus Dur
Gus Dur
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Theodorus Widodo, Ketua FPK NTT dan Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa NTT

Hajinews.co.id Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari upaya melawan lupa. Sekaligus kado akhir tahun bagi orang yang kita cintai.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Di tengah hiruk pikuknya pemilu, terutama pemilihan presiden yang kembali sedang membelah negeri, kita perlu mengenang seseorang yang bisa menyadarkan kita semua.

Bahwa adab bangsa yang luhur perlu terus dijaga. Bahwa semangat persatuan dan kesatuan yang membuat Indonesia ada dan jadi bagian dari peradaban luhur itu harus jadi yang pertama dan utama di atas segala galanya.

Suatu saat di masa lalu kita semua pernah kehilangan seorang pemimpin. Dia tokoh perdamaian dunia dan pemersatu bangsa. Empat belas tahun sudah waktu itu berlalu. Dia pergi meninggalkan duka mendalam bagi kita semua.

Namun jejak yang ia tinggalkan di buku sejarah akan tetap bertuliskan tinta emas. Dan ini tidak boleh dilupakan. Ia tidak boleh pupus dari memori kolektif kita sebagai bangsa besar yang pernah dituntunnya melewati masa masa yang teramat sulit.

Hari itu, 30 Desember 2009. Musim hujan baru saja tiba. Bunga flamboyan bersemi di seantero kota. Jagat pertiwi tiba-tiba bermuram durja. Berita datang dari Jakarta. Gus Dur berpulang.

Banyak yang tidak percaya. Atau lebih tepat tidak mau percaya karena tidak rela. Padahal mereka tahu. Gus Dur belakangan memang sakit-sakitan.

Gema bacaan tahlil yang menyatakan keesaan Allah dan pengakuan atas kerasulan Muhammad SAW pun menggema dari lorong Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Gema tahlil ini sekaligus memastikan benar sang pejuang kemanusiaan sejati dan tokoh pemersatu bangsa telah berpulang. Apa mau dikata.

Banyak yang menangis. Banyak yang tiba-tiba terdiam menatap tubuh yang terbaring kaku di depan mereka. Banyak pula yang pulang untuk menyiapkan perangkat sembahyang untuk mendoakan keselamatan bagi tokoh yang mereka cintai.

Tapi tak kurang pula banyak yang tetap tinggal di tempat tidak ingin beranjak pulang. Baik itu yang ada di dalam rumah sakit maupun yang di luar.

Mereka menanti keranda jenazah lewat. Bukan hanya untuk mengucapkan selamat jalan kepada sang guru bangsa. Tapi lebih daripada itu. Menyentuh jasad tokoh yang mereka cintai. Yang saat itu telah terbujur diam tanpa mampu berkata kata lagi memberi nasehat.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *