Etika Politik dan Berpisahnya Jokowi dari PDIP

Etika Politik dan Berpisahnya Jokowi dari PDIP
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idTentu menarik untuk mengikuti dinamika hubungan politik antara Presiden Joko Widodo dan PDIP, partai pemenang pemilu dan memberinya posisi kekuasaan politik tertinggi di negara-bangsa.

Anehnya, karena di akhir masa pemerintahannya, hubungan Jokowi dengan partai yang membesarkannya tidak semakin erat, malah merenggang, bahkan mungkin berpisah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Perpecahan antara Jokowi dan PDIP semakin jelas terlihat menjelang HUT PDIP ke-51, 10 Januari 2024, jelang pemilu.

Jokowi yang setiap tahun menghadiri HUT PDIP kali ini tidak hadir, ia tidak mengirimkan karangan bunga maupun ucapan selamat melalui video maupun media.

Anehnya, ibarat anak kandung tidak menghadiri ulang tahun pernikahan orang tuanya, padahal sudah menjadi acara rutin tahunan.

PDIP melalui Chico Hakim, mengaku pihaknya sengaja tak mengundang Jokowi, karena sudah tahu Jokowi tak bakal hadir, sebab akan melawat sejumlah negara.

“Bahwa presiden ada kepentingan untuk pergi ke luar negeri sehingga kami tidak mengundang beliau,” kata Chico (Kompas.com, Rabu,10 Januari 2024).

Sementara Jokowi tetap mengagendakan ke luar negeri, meski tentu sudah tahu kalau partai-nya itu akan anniversary. Bisa jadi adalah kesengajaan.

Hal ini menjadi satu realitas politik yang turut mengonfirmasi kian memburuknya hubungan Jokowi dengan PDIP, dan sudah menjadi rahasia publik.

Relasi Jokowi – PDIP benar-benar telah berada di titik nadir. Sudah tak ada titik temu, PDIP kecewa, marah, air susu dibalas tuba oleh Jokowi dan keluarganya.

Kecewa berat, bukan saja karena Jokowi memberi restu kepada putranya Gibran Rakabuming Raka hingga ikut dalam kandidasi pilpres melawan PDIP, tapi prosesnya sendiri melukai rasa keadilan publik.

Skandal di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan Anwar Usman, adik ipar Jokowi, atau paman Gibran, hingga diturunkan dari Ketua MK karena melanggar etik adalah biang kerok, akan tercatat dalam sejarah politik negeri ini.

Partai dengan diksi ‘demokrasi’ dalam namanya itu (PDIP), dan punya sejarah kuat dalam memperjuangkan tegaknya demokrasi, tentu saja menolak, emoh atau ogah mendukung suatu proses yang notabene menabrak nilai demokrasi.

Frame relasi politik Jokowi – PDIP tentu saja semakin menarik untuk disimak, terutama bila mau dilihat atau dipahami dalam optik etika politik.

Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik yang berlandaskan kepada etika. Etika sering pula disamakan dengan moral.

Etika politik tentu saja mensyaratkan pentingnya pertimbangan moral dalam suatu keputusan politik, untuk kemudian dapat dipertanggungjawabkan secara moral, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku umum, utamanya di dalam satu entitas masyarakat.

Aristoteles, melalui karyanya “Nikomakea Ethics”, menekankan pentingnya karakter dan kebiasaan baik dalam mencapai kebahagiaan (tujuan) dan pentingnya menjaga keseimbangan dalam tindakan, termasuk dengan menghindari cara-cara yang ekstrem.

Atau oleh Oscar Diego Bautista yang dalam Ética Y Política: Valores Para Un Buen Gobierno (2007) juga menyatakan bahwa ketiadaan etika politik membawa seseorang (aktor politik) dalam egoisme politik.

Menandaskan bahwa memikirkan diri sendiri dan bukan orang lain adalah karakteristik individu tanpa sumber daya etis, akan menghasilkan transformasi dalam perilaku anggotanya ke sesuatu berdasarkan anti-nilai atau diametral dengan keadaban sosial.

Etika politik penting karena memberikan kerangka moral untuk perilaku politik. Sehingga membantu mendorong pemimpin, termasuk semua warga negara agar bertindak dengan penuh integritas, adil, dan bertanggung jawab dalam ranah politik.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *