Mabuk Kuasa dan “Kebenaran Elektoral”

Kebenaran Elektoral
Mabuk kekuasaan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Abdul Mukti, Dosen Fisafat dan Pemikiran Islam

Hajinews.co.id – DALAM tahun politik yang kian mendekati ke waktu pemilihan presiden, semua diskursus tentang kebanaran dihipotesakan selalu berdimensi politis.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dengan kata lain, ungkapan kebenaran dari siapapun berasal, apalagi dari kubu dan simpatisan paslon tertentu dianggap sebagai kebenaran yang bermotif kepentingan.

Ungkapan ini sejalan dengan teori filsuf Perancis Michel Foucault (1926-1984) yang melihat bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang netral dan objektif, tetapi merupakan hasil dari hubungan kekuasaan.

Pengetahuan digunakan untuk memengaruhi individu, mengontrol perilaku, dan menjaga ketertiban sosial.

Kaum terdidik dan intelektual yang sedang berada dalam tim pemenangan capres-cawapres akan mengerahkan pengetahuannya untuk melegitimasi kepentingan politik elektoralnya.

Watak rasionalitas, objektifitas, dan moralitasnya mau tidak mau harus dikoridori oleh kepentingannya.

Dengan fakta ini, maka tesis Michel Foucalt masih relevan untuk dilekatkan. Pandangan Foucalt ini beririsan dengan pandangan Niccolo Machiavelli (1469-1527) seorang filsuf, politikus, dan penulis Italia yang terkenal karena pemikirannya yang kontroversial dan cenderung realis dalam politik.

Menurut dia, manusia lebih memilih untuk mengambil keuntungan pribadi daripada mematuhi prinsip moral atau agama.

Pandangan ini tercermin dalam karyanya yang paling terkenal, “The Prince” (1532), dimana Machiavelli menyarankan bahwa seorang penguasa harus mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara yang diperlukan, bahkan jika itu berarti mengabaikan moral dan etika.

Menurut dia, penguasa harus berani menggunakan kekerasan, tipu muslihat, dan manipulasi untuk mempertahankan kekuasaannya.

Selain itu, Machiavelli juga menentang pandangan agama yang menganggap kebaikan hati dan moralitas sebagai hal yang utama dalam politik. Menurutnya, dalam politik, kebaikan hati dan moralitas hanya akan menghambat pencapaian tujuan yang diinginkan.

Sebagai seorang realis, Machiavelli sedang mengkonstruksi pengetahuannya atas realitas politik yang dialaminya. Pandangan ini bisa jadi sebagai bentuk otokritik bagi bangsanya terhadap relasi politik dan moral.

Namun pada saat yang sama, ia sedang mendeskripsikan secara induktif apa yang sedang terjadi. Karena pengetahuan, pada dasarnya berasal dari fenomena sosial sebagaimana keyakinan dari doktrin sosiologi pengetahuan yang pernah dikatakan oleh Karl Mannheim.

Kekuasaan dan kebenaran

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *