Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Hajinews.co.id – Indonesia sedang tidak baik-baik saja, meninggalkan negara hukum, menuju negara tirani, menjelma menjadi negara kekuasaan, dipermainkan penguasa yang haus kekuasaan.
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis politik yang sangat serius. Kekuatan politik di DPR tersandera eksekutif.
DPR tidak mampu menjalankan fungsi dan kewajiban konstitusinya, sebagai pengawas Presiden. DPR tidak mampu menjalankan perintah konstitusi Pasal 7A, pasal pemberhentian presiden dalam masa jabatan.
DPR tidak mampu mengawasi presiden agar melaksanakan pemilu secara luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur, adil), sesuai perintah konstitusi. Bahkan sebaliknya, Presiden Joko Widodo menyatakan secara terbuka berpihak kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Penyelenggara hukum, yudikatif, juga tidak mampu menjalankan fungsi dan kewajiban konstitusinya.
Mahkamah Konstitusi bukan menegakkan konstitusi. Tetapi menjaga kepentingan Presiden, dengan melanggar moral, etika dan hukum. Mahkamah Konstitusi meloloskan UU yang melanggar Konstitusi, seperti UU Cipta Kerja, dan meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden.
KPU bersikap tidak adil dan tidak netral. KPU menunjukkan keberpihakan kepada penguasa. KPU tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai undang-undang. KPU melanggar etika dan hukum. KPU menjadi alat kekuasaan.
Kondisi ini menjadi semakin buruk ketika DPR juga tidak berdaya mengembalikan KPU sebagai komisi independen dan netral.
Ketika parlemen tidak berdaya, rakyat mengambil alih secara langsung fungsi pengawasan terhadap Presiden. Kritik, protes, demo, disampaikan. Tetapi tidak digubris. Bahkan, pelanggaran semakin nyata dan terbuka. Tanpa malu.
Demo tidak jarang dibalas dengan tindakan represif dan brutal. Dihadang aparat bersenjata. Korban luka dan korban jiwa berjatuhan.
Tapi rakyat tidak menyerah. Demi menjaga masa depan Indonesia yang lebih baik, untuk generasi mendatang. Sebaliknya, perlawanan rakyat semakin masif. Rakyat dari berbagai kalangan bangkit. Guru besar, pengajar, budayawan, agamawan, aktivis, pengacara, mahasiswa, dan lainnya, mulai bersuara keras.
Bagaimana aparat bersenjata, khususnya militer atau TNI, menghadapi situasi seperti ini? Apakah TNI juga akan melakukan tindakan represif kepada para demonstran, at all cost, untuk melanggengkan kekuasaan Joko Widodo dan kroni?