Getol Bertemu SBY, Pengamat: Prabowo Ingin Demokrat Tegak Lurus Padanya, Bukan ke Jokowi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Prabowo Subianto setidaknya sudah dua kali bertemu dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Manuver Prabowo itu dinilai sebagai upaya melakukan prakondisi untuk menghadapi pergerakan Presiden Joko Widodo, terutama dalam penyusunan kabinet.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan, saat ini di publik melihat ada koalisi di dalam koalisi.

Sudah menjadi rahasia umum Presiden Jokowi masih sangat dominan dalam Koalisi Indonesia Maju yang dipimpin Prabowo.

Sementara itu, Prabowo dinilai tidak terlalu mampu mengonsolidasikan Partai Golkar dan PAN, padahal ia mempunyai tugas untuk menyusun postur kabinet periode 2024-2029 mendatang.

Adi Prayitono mengatakan, pertemuan Prabowo dan SBY diduga kuat turut membicarakan topik penyusunan kabinet.

Apalagi, SBY punya pengalaman 10 tahun menjadi seorang presiden.

Menurut Adi, Prabowo butuh masukan dari SBY mengenai bagaimana cara mengendalikan kabinet yang terdiri dari beragam partai politik dan tidak mudah untuk dikonsolidasikan.

“Kabinetnya Prabowo-Gibran ini tidak semudah yang dibayangkan oleh publik, betul bahwa Prabowo ini nantinya adalah presiden yang mestinya cukup otoritatif, cukup powerful mengendalikan partai-partai pengusung di dalamnya,” ujar Adi seperti dilansir Kompas.com.

“Tapi kan seringkali publik masih melihat ada ‘manuver’ Jokowi di dalamnya, terutama terkait dengan postur dan pembentukan kabinet di masa yang akan datang,” imbuhnya.

Menurutnya dua pertemuan dengan SBY dalan rentang yang tidak terlalu jauh menjadi indikasi kuat bahwa Prabowo butuh kepastian.

Prabowo ingin mendapatkan garansi bahwa Demokrat tegak lurus pada Prabowo bukan kepada Presiden Jokowi.

Seperti diketahui, dalam Koalisi Indonesia maju terdapat Partai Golkar dan PAN. Dua partai ini lebih mendengarkan perintah Jokowi.

Sebelum Pemilu, dua partai ini dengan tegas mengatakan tidak mau bergabung dengan kubu Prabowo jika wakilnya bukan Gibran Rakabuming Raka, yang tak lain putra sulung Presiden.

“Prabowo butuh komitmen penuh dari Demokrat karena dua partai politik pengusung lainnya, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional cenderung lebih dekat dengan Presiden Joko Widodo,” kata Adi Prayitno.

Sebelumnya, Prabowo dan SBY bertemu di kediaman SBY, Cikeas, Bogor, pada Jumat (23/2/2024) malam lalu.

Pertemuan ini adalah pertemuan kedua antara Prabowo dan SBY selepas Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, keduanya sempat bertemu di Pacitan pada Sabtu (17/2/2024) lalu.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku tidak tahu-menahu mengenai isi pertemuan Prabowo dengan ayahnya.

Namun, ia menilai pertemuan SBY dan Prabowo adalah hal baik karena menunjukkan bahwa keduanya bersahabat.

“Jadi Pak Prabowo dengan niat yang baik ingin mendengarkan masukan-masukan dari Pak SBY,” kata AHY di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (24/2/2024).

“Pak SBY juga dengan niat yang baik ingin memberikan masukan dan pengalaman yang mungkin saja bermanfaat,” ujar dia.

 

Gerilya Jokowi bendung Hak Angket

Presiden Jokowi diprediksi bakal terus bergerilya dengan mengerahkan orang-orang terdekatnya untuk melobi kelompok-kelompok yang menggaungkan wacana hak angket dugaan pelanggaran Pemilu 2024 oleh DPR.

Isu hak angket itu juga dinilai bisa meredup jika pihak-pihak yang saat ini mendukung berhasil dipengaruhi melalui lobi-lobi politik yang dilancarkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai pemerintah tidak mungkin tinggal diam selama isu soal hak angket masih bergulir.

Di sisi lain, Presiden Jokowi dianggap akan terus berupaya menjaga kesinambungan program-program pemerintahannya sampai masa kepemimpinannya selesai, atau bahkan dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya.

Menurut Agung, Jokowi kemungkinan bakal berupaya merayu kubu yang mendukung wacana hak angket melalui berbagai sisi.

“Bisa saja wacana hak angket layu sebelum berkembang, menimbang lobi-lobi politik akan mulai intensif dilakukan untuk merajut koalisi “simple majority”,” kata Agung saat dihubungi pada Senin (26/2/2024).

Seperti dikutip dari Kompas.com, Agung menyebut Jokowi punya kepentingan untuk meredam wacana hak angket.

Tujuannya supaya beragam proposal dan program pemerintah tak terkendala untuk dieksekusi.

Kubu pengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyatakan mendukung gagasan Hak Angket.

Akan tetapi, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menyatakan akan menjadi inisiator hak angket itu.

Sementara kubu pengusung pasangan Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD seolah belum satu suara.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) diklaim kompak buat menggulirkan usulan itu. Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengusung Ganjar-Mahfud masih pikir-pikir buat mendorong hak angket.

Agung menilai, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh terkait erat dengan upaya meredam supaya hak angket tidak bergulir di DPR.

Dia juga menilai ke depan bakal terjadi lagi pertemuan antara elite politik yang kemungkinan besar bakal terkait dengan urusan wacana hak angket.

“Ini berarti, rangkaian pertemuan demi pertemuan politik antarelite akan semakin intensif demi mencairkan kebekuan politik pasca pilpres sekaligus merangkai koalisi baru untuk periode 2024-2029,” ucap Agung.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *