Pro dan Kontra Wacana KUA Bisa Layani Pernikahan Semua Agama, Kemenag: KUA Tak Hanya Layani Umat Islam Saja

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan Kantor Urusan Agama atau KUA akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam, tetapi juga akan dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama.

Yaqut mengatakan, dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, diharapkan data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik. Kementerian Agama sedang membahas langkah-langkah untuk menindaklanjuti gagasan tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Yaqut, segala persiapan menyangkut mekanisme, aspek, dan penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan sedang dibicarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag beserta ditjen-ditjen bimas non-Islam lainnya.

“Kita ingin menjadikan KUA itu tempat untuk bisa digunakan oleh saudara-saudara kita dari semua agama untuk melakukan proses pernikahan, karena KUA ini adalah etalase Kementerian Agama ya, kementerian untuk semua agama. KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non-Islam,” ujar Yaqut ketika ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 26 Februari 2024 seperti dikutip Antara.

Berikut ini pro dan kontra terhadap rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadikan KUA sebagai tempat untuk melayani warga dari semua agama:

1. Setara Institute

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan merespons terobosan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyatakan akan mentransformasikan KUA sebagai tempat yang melayani pencatatan pernikahan semua agama.

“Menteri Agama harus memastikan untuk tak goyah dengan desakan majelis agama, khususnya MUI, yang potensial menjadi pembatas bagi rencana Menag. Tuangkan kebijakan tersebut dalam PP atau Perpres,” katanya kepada Tempo, Ahad, 25 Februari 2024.

Menurut dia, PP atau Perpres jika dilihat dari segi waktu dan rentang kendali, politik regulasinya tidak terlalu panjang. Kemudian, Halili mengatakan perlunya revisi Undang-Undang Perkawinan.

“Ini (UU Perkawinan) yang butuh upaya agak kompleks dan panjang. Kendala utamanya adalah kementerian lain. Saya pikir, khususnya Kemendagri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham. Perpres Pendirian Ibadah kan juga gitu kenapa sampai sekarang enggak bulat,” ujarnya.

Halili menuturkan Yaqut acap kali berjanji perihal keberagaman dan perlindungan minoritas, tapi sampai saat ini tak kunjung dieksekusi. Ia merefleksikan saat Yaqut baru dilantik menggantikan Fahrurrozi, sempat menyampaikan pernyataan akan meninjau ulang SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah, yang sampai saat ini tak tampak titik terangnya.

“Di Forum PGI, dia juga berjanji akan mempermudah syarat pendirian rumah ibadah, sampai sekarang tak ada realisasi. Jadi soal KUA yang direncanakan akan jadi tempat pencatatan pernikahan seluruh agama, ya memang begitu seharusnya,” katanya.

Halili menambahkan negara harus mengakomodasi seluruh agama perihal pencatatan pernikahan, termasuk agama lokal. “KUA mesti untuk semua, bukan hanya untuk mereka yang beragama Islam. Itu mandat konstitusi kita. Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan itu,” ujar Halili.

2. Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendesak Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lebih berfokus mengoptimalkan peran KUA serta memaksimalkan peran dan fungsi penyuluh keagamaan, termasuk soal konsultasi pranikah. Hidayat menyampaikan hal itu sebagai tanggapan atas rencana Yaqut menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama di Indonesia.

Dia mengatakan seharusnya Yaqut berfokus mencarikan solusi terhadap masalah yang merupakan ranah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, bukan justru mengarahkan untuk turut mengurusi agama lain, seperti menjadikan KUA tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam juga.

“Padahal, KUA adalah institusi di bawah Ditjen Bimas Islam. Hal yang tidak sejalan dengan aturan tata kelola organisasi Kemenag yang dikeluarkan sendiri oleh Menag,” kata Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 26 Februari seperti dikutip Antara.

Hidayat menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, KUA di tingkat kecamatan merupakan unit pelaksana teknis Kemenag yang bertanggung jawab dan berada di bawah Ditjen Bimas Islam. Hidayat pun mempertanyakan usulan Yaqut soal KUA mengurusi pencatatan nikah semua agama itu disampaikan juga pada rapat kerja Ditjen Bimas Islam.

“Sangat disayangkan, di forum raker dengan Bimas Islam, yang seharusnya mengutamakan pembahasan peningkatan pelayanan untuk masyarakat Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab (Ditjen) Bimbingan Masyarakat Islam,” ujar dia.

Dia juga menilai usulan soal pencatatan nikah semua agama di KUA tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia. Hal itu juga tidak selaras dengan aturan yang berlaku, termasuk amanat Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 dan justru dapat menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non-muslim karena bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.

“Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama, yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama, belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR RI; sementara banyak warga yang kami temui saat reses merasa resah dan menolak rencana program yang disampaikan Menag (Yaqut) tersebut,” kata dia.

Selain tidak relevan, kata Hidayat, kebijakan itu akan semakin memberatkan KUA, yang sebagian besar mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan tidak memiliki kantor sendiri.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *