Siapa Tahan Jadi Oposisi?

Siapa Tahan Jadi Oposisi?
Oposisi/ist
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Jaka Budi Santosa – Dewan Redaksi Media Group (Ebet)

Hajinews.co.id – KATA jembatan tak terlalu asing digunakan dalam politik, juga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Salah satunya datang dari Nikita Sergeyevich Khrushchev, politikus yang pernah memimpin Uni Soviet pada masa-masa awal Perang Dingin.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kata Khrushchev, “Politicians are the same all over. They promise to build a bridge even where there is no river.” Kalau dibahasaindonesiakan kira-kira artinya, “Para politikus itu sama saja. Mereka berjanji akan membangun jembatan walaupun tidak terdapat sungai.”

Jembatan yang dimaksud Khrushchev kiranya berkonotasi negatif. Ia ingin menggambarkan bahwa janji politik ialah dagangan utama politikus dalam berkompetisi. Janji-janji yang terkadang tak masuk akal seperti membuat jembatan meski tak ada kali. Yang penting ia bisa memikat hati rakyat, tak peduli apakah janji itu mengada-ada atau apa adanya.

Istilah jembatan dipakai pula oleh Martin Luther King, aktivis hak sipil Amerika. Dia bilang, “Mari kita membangun jembatan, bukan tembok.” Ungkapan ini juga disampaikan Paus Fransiskus. Saat mengenang 25 tahun runtuhnya Tembok Berlin pada 2014, Paus menyatakan, ”Kita butuh jembatan, bukan tembok.”

Makna jembatan yang dinarasikan Martin Luther King dan Paus Fransiskus jelas baik. Di mana ada jembatan, di situ ada penghubung antarmanusia, antarwarga negara. Sebaliknya, di mana ada tembok, di situ ada penutupan hati. Manusia tak boleh terpisah oleh tembok, tetapi harus selalu terhubung sehingga perlu ada jembatan.

Kini, istilah jembatan digunakan politikus yang juga Presiden RI, Jokowi. Dia mengaku ingin menjadi jembatan bagi semua kekuatan, partai-partai politik, selepas Pilpres 2024 ini. Perannya sebagai jembatan itu mulai dirintis dengan mengundang Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Minggu (18/2) malam.

Menurut Jokowi, pertemuan dengan Surya baru awal-awal. Selanjutnya, dia berkehendak menjadi penghubung bagi semuanya. Tidak jelas jembatan seperti apa yang dia maksud. Tak gamblang untuk menuju ke mana jembatan itu dia bangun.

Positif atau negatifkah jembatan Jokowi? Terlalu dini untuk menyimpulkannya. Kalau jembatan dibentangkan demi mendinginkan panasnya suasana, untuk merekatkan semangat kebangsaan yang terkotak oleh pemilu, itu ada baiknya. Sekeras apa pun berkompetisi, kita pada akhirnya memang harus menyatu kembali sebagai sesama anak negeri.

Akan tetapi, kalau jembatan dibuat untuk menyatukan seluruh kekuatan politik dalam satu kubu, ia tidaklah baik. Dalam politik, sama tak selalu bagus, berbeda kadang justru memberi warna. Apalagi dalam sistem demokrasi yang telah kita sepakati sebagai panduan bernegara sejak era reformasi.

Demokrasi memberikan tempat kepada penguasa dan oposisi, dua posisi yang jelas berbeda dengan sama terhormatnya, sama mulianya. Dalam demokrasi, oposisi ialah kebutuhan pokok yang, jika tak dipenuhi, akan menyebabkan ketidakseimbangan. Oposisi penting dan perlu. Karena itu, jangan pernah ada upaya untuk menegasi dan mengebirinya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *