Disway: Senyum Muda

Senyum Muda
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jangan ragu! Pantang mundur!

Tetap harus turun di sini!

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bahwa dari rest area akan naik apa ke Buraydah diatur belakangan. Di mana ada kemauan di situ ada kemungkinan.

Saya pun mencari kernet: harus ambil tas kecil saya di bagasi.

Ternyata tidak mudah. Saya tidak diizinkan turun di situ. Tiket saya ke Riyadh.

Tapi saya lihat wajah ragu di kepala kernet. Maka saya jelaskan: saya tidak minta uang pengurangan harga, saya tidak akan minta ia menanggung biaya kendaraan saya ke Buraydah. Semua tanggung jawab saya sendiri.

Saya dibawa ke kantor bus itu. Panjang perdebatan mereka soal saya. Saya tangkap sekilas: bagaimana bisa keluar dari padang pasir ini.

Seperti setengah putus asa kernet lalu membawa saya ke arah bus berhenti. Lama memandang wajah saya. Lalu keluar kata-kata pemungkasnya: beri saya 20 real, untuk makan.

Saya pun berterima kasih atas kebaikannya. Lalu dibukalah bagasi. Saya ambil tas merah kecil itu.

“Hanya itu?” tanyanya.

Isinya hanya dua lembar kain ihram dan dua potong baju dalam.

Ini musim dingin. Tidak berkeringat. Cucian pun lima jam ditinggal tidur sudah kering. Bibir saja terasa kering, apalagi hanya pakaian dalam.

Di rest area itu saya  duduk di depan musala. Atur strategi.

Matahari menyentrongkan sinar terkuatnya. Langit seperti berdebu. Hati pun galau: bagaimana bisa keluar dari sini. Saya tidak punya apps taksi Saudi. Coba saya masih muda mungkin lebih pintar menggunakan segala cara yang ada di HP.

Saya raba dompet. Masih ada. Berarti ada uang. Rasanya itu senjata terbaik saat itu. Rasanya si amplop tadi memasukkan beberapa lembar uang real ke dompet. Termasuk beberapa lembar @200 real. Baru tahu. Saya kira nominal tertinggi itu lembar 100 real.

“Akan selalu ada orang baik di mana pun”.

Di samping banyak juga yang tidak baik.

Saya tanya beberapa hati di situ. Semua pendatang. Saya belum mau menggunakan senjata terakhir. Toh saya belum seperti Didi Kempot:  bertanya sampai ke 1000 hati. Sampai kelelahan dan meninggal dunia.

Saya lihat di rest area ini ada bengkel mobil. Sepi. Beberapa montirnya duduk di lantai semen: makan bersama. Saya tunggu mereka selesai makan. Saya tidak mau menembak di saat angin belum reda.

Tapi mereka seperti tahu pedalaman hati saya: berdiri lama di depan bengkel itu.

“100 real,” katanya.

“Ok,” jawab saya.

“Kenapa mahal?” tanya saya ketika mobil sedan Hyundai meninggalkan rest area.

Buraydah masih lebih 50 km dari sini,” jawabnya.

“Bukan itu?” tanya saya menunjuk sekelompok perumahan di kejauhan sana.

“Itu Bukhairiyah,” jawabnya.

“Yang sana itu?”

“Itu ~™¿©¢”, jawabnya, terdengar tidak jelas di telinga saya.

Ganti ia bertanya: di Buraydah nanti turun di mana.

“Di hotel”.

“Hotel apa?”

“Hotel apa saja”.

Ia tersenyum. Senyum muda. Tidak banyak tanya. Tidak banyak menyalahkan. (Dahlan Iskan)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *