MK Cerdas dan Futuristik Atau Memble dan Konvensional ?

MK Cerdas dan Futuristik
Ruang Sidang MK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



by M Rizal Fadillah – Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Hajinews.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk untuk mengawal Konstitusi. Agenda utama tentu menguji apakah suatu Undang-Undang dibuat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak. Juga MK ternyata diberi beban tambahan untuk memutus sengketa antar lembaga negara, pembubaran partai politik dan perselisihan hasil Pemilu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam kaitan perselisihan hasil Pemilu inilah yang hari-hari ini menjadi perhatian publik. Pasangan 01 Anies-Muhaimin dan Pasangan 03 Ganjar-Mahfud menggugat hasil Pemilu ke MK. Di samping mempersoalkan angka-angka suara antara gelembung dan tersedot, juga mengungkap proses Pemilu khususnya Pilpres yang dinilai tidak jujur dan tidak adil alias curang.

Bola kini berada di tangan Hakim MK untuk menetapkan Putusan dari perselisihan tersebut. Ujian tentang cara pandang hukum nampaknya menjadi dasar pengambilan Keputusan. Apakah konvensional atau futuristik, memble atau cerdas. Ini menyangkut makna kewenangan MK untuk memutuskan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

MK dituntut untuk menjalankan tugas dalam mengawal Konstitusi dengan konsisten. UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) menegaskan bahwa “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”. MK harus menjaga “kejujuran dan keadilan” Pemilu. Kecurangan dalam bentuk apapun harus dicegah dan ditindak oleh MK.

Jika MK tidak mampu menjaga kejujuran dan keadilan Pemilu apalagi justru melegitimasi kecurangan dalam proses pemeriksaan perkara maka Hakim Mahkamah Konstitusi sesungguhnya telah berkhianat kepada Konstitusi itu sendiri.

Dengan bersandar pada ketentuan UUD 1945 maka kewenangan MK itu cukup luas. Memutus PHPU harus diinterpretasi secara luas. Pada hukum pidana saja ada ‘extensive interpretatie’ apalagi dalam hukum tatanegara. Tidak semata penafsiran gramatika tetapi juga sistematis, sosiologis dan futuristis.

Keterkaitan UUD, UU MK dan UU Pemilu menjadi sandaran penafsiran sistematis bagi MK. Berdasarkan keterkaitan perundangan-undangan maka MK sangat jelas merupakan lembaga pemeriksa dan penegak keadilan bukan mahkamah yang hanya membaca “bukti” angka-angka atau Mahkamah Kalkukator.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *