Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Pakar: Prabowo akan Tersandera Kepentingan Keluarga

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, usulan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ingin menjadikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin koalisi dapat menyandera dan merusak demokrasi.

Ujang menilai, usulan itu justru merusak koalisi internal Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang sebelumnya sudah terbentuk.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Merusak koalisi internal Prabowo-Gibran, merusak demokrasi juga. Nanti presiden akan tersandera oleh kepentingan Jokowi dan keluarganya. Tidak sehat bagi konstitusi ke depan, biarkan itu hak Prabowo yang atur koalisi, dan tentukan koalisi,” ujarnya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 30/3/2024.

Ujang memandang, hal itu tidak terlalu layak untuk dibicarakan ke khalayak. Dengan demikian akan lebih terhormat dan tepat apabila Jokowi menempati posisi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), bukan ketua koalisi.

“Jadi saya melihat ini sesuatu yang tabu, kalau mau terhormat Jokowi menjadi tokoh bangsa harus cari tempat yang lain misalnya Wantimpres itu lebih bagus. Menurut saya, ini sesuatu yang tidak bagus dalam konstruksi politik di Indonesia, biarkan ketua koalisi Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih,” ujarnya.

“Persoalan pembangunan, pembentukan koalisi Prabowo yang jalan ke NasDem, ke PPP. Misal nanti ke PKB dia yang membangun koalisi membentuk, dan menjadi ketua koalisi, bukan Jokowi,” sambungnya.

Lebih lanjut, Ujang menegaskan, anggapan PSI bahwa Jokowi dapat menjadi sosok yang mempersatukan atau menjembatani kepentingan partai-partai politik hanya sebuah persepsi.

Pasalnya, menurut Ujang, jika Jokowi tidak lagi menjadi presiden, ia akan ditinggalkan masyarakat. Untuk itu upaya menjadikan Jokowi sebagai ketua koalisi merupakan post power syndrome.

“Hanya persepsi PSI. Banyak tokoh hebat di republik, banyak tokoh bangsa di republik ini. Justru kalau Jokowi tidak memegang jabatan tidak jadi presiden lagi dia lebih banyak ditinggalkan orang-orang. Dia tidak mempunyai kekuatan, makanya dia pengen mengendalikan partai-partai, agar tidak post power syndrome,” tuturnya.

Ujang melanjutkan, seseorang yang hebat atau memiliki kemampuan akan bisa ditempatkan di posisi mana pun. Oleh sebab itu, usulan penempatan Jokowi sebagai pemimpin koalisi, justru mengungkapkan ketidakmampuan dari seorang Jokowi.

Untuk itu, Ujang berharap agar Presiden Jokowi menjadi tokoh bangsa yang ditempatkan di posisi terhormat.

“Kalau orang hebat itu dia di tempatkan di mana pun posisi tidak menjadi koalisi pun dia tetap hebat. Tidak harus menjadi ketua koalisi. Justru karena ketua koalisi yang dikatakan PSI itu menandakan bahwa Jokowi lemah, saya menginginkan Jokowi terhormat, mulia, menjadi tokoh bangsa, negarawan dan di tempatkan di posisi terhormat,” tutupnya.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *