Bantuan Sosial Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Melanggar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial

Bantuan Sosial Pangan atau Beras
Bantuan Sosial Pangan atau Beras
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pasal 127 menegaskan, Lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan.

Pasal 128 mengatur wewenang Lembaga Pemerintah bidang pangan tersebut: yaitu antara lain dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Artinya, Pasal 128 menegaskan Lembaga Pemerintah bidang Pangan (yang kemudian bernama Badan Pangan Nasional) tidak bisa menugaskan Bulog untuk melaksanakan atau menyalurkan Bantuan Sosial Pangan.

Pasal 129 kemudian memberi payung hukum pembentukan Lembaga Pemerintah bidang pangan melalui Peraturan Presiden, dan lahirlah Peraturan Presiden No 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional atau Bapanas.

Dalam butir menimbang huruf a Perpres 66/2021 secara eksplisit menyebut: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan.

Oleh karena itu, tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional wajib taat pada ketentuan UU tentang Pangan khususnya Pasal 126 sampai Pasal 128.

Dalam hal ini, penyaluran bantuan pangan oleh Badan Pangan Nasional melanggar UU tentang Pangan dan juga melanggar UU tentang Kesejahteraan Sosial.

Dengan demikian, perpanjangan Bantuan Sosial dengan alasan El Nino, yang diputus secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo, tanpa persetujuan DPR, tanpa ditetapkan dengan UU, disalurkan melalui Bapanas dan Bulog, beserta Presiden, Menteri Zulkifli Hasan dan Menko Airlangga Hartarto, secara nyata melanggar Konstitusi, UU Keuangan Negara, UU APBN, UU Kesejahteraan Sosial, UU Pangan.

Apakah sejumlah pelanggaran berat tersebut akan dibiarkan terjadi tanpa ada konsekuensi hukum, dan menandakan Indonesia menjadi negara tirani, atau ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk mewujudkan perintah Pasal 1 ayat (3) UUD, bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Semoga Mahkamah Konstitusi dapat benar-benar menjaga Konstitusi Indonesia, dan memutus perkara seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku.

—- 000 —-

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *