Membaca Manuver Nasdem dan PKB

Manuver Nasdem dan PKB
Manuver Nasdem dan PKB. Foto: liputan6
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Seperti pernah dikatakan Anies di panggung kampanya tempo hari, menjadi oposisi memang berat. Kala itu narasi telak Anies diarahkan kepada Prabowo yang tidak tahan menjadi oposisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Kini, belum lagi pemerintahan baru hasil Pemilu dimulai, kubu yang sejatinya siap menjadi oposisi karena kalah kontestasi, sudah lempar handuk, menyerah sebelum mencoba menjalaninya.

Apakah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa narasi besar tentang perubahan yang terlanjur telah menghipnotis puluhan juta massa yang kemarin diusung Anies-Muhaimin sekadar basa-basi, “omon-omon” belaka? Tidak juga. Saat itu, saya yakin Nasdem dan PKB (termasuk PKS tentu saja) serta para elitnya serius mengusung narasi perubahan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tetapi watak para pragmatik sejatinya memang tidak akan pernah bisa ajeg dan konsisten. Konsistensi mereka hanya ada pada satu soal, yakni ketidak-konsistenan itu sendiri. Begitu fakta politik baru yang mereka hitung tidak akan memberikan keuntungan materi (dan segera) muncul, maka dengan sigap dan sat-set mereka mengubah haluan.

Itulah yang sedang dipertontonkan elit Nasdem dan PKB kepada rakyat, terutama kepada para penyokong narasi besar perubahan yang sudah ikut berjuang habis-habisan sebelum dan selama masa kampanye kemarin. Meminjam istilah Tempo.co, “iman politik” mereka lemah.

Dan bagi jutaan rakyat yang kemarin berbaris mendukung narasi perubahan dengan tulus hingga rela bertengkar di medsos, belanja atribut kampanye sendiri, teriak-teriak menyuarakan perubahan, lemahnya iman politik para elit kedua parpol ini jelas memilukan.

Lantas bagaimana dengan PKS? Kabar santer yang tersiar PKS juga akan memberikan “karpet merah” untuk Prabowo. Partai yang dikenal memiliki basis massa militan dan istiqomah ini juga nampaknya sudah lelah menjadi oposisi selama dua periode pemerintahan. Jika akhirnya PKS juga mengikuti jejak Nasdem dan PKB, maka sempurnalah sudah kepiluan para pendukung tanpa jejak pamrih itu.

Mengontrol Kendali Jokowi

Selain karena dorongan atau motif ikut menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah dari kubu koalisi yang kalah, faktor lain yang memengaruhi cepatnya perubahan konstelasi politik pasca putusan MK berasal dari Prabowo sendiri, tetapi belum tentu merupakan kesepakatan bersama dengan parpol-parpol pendukungnya.

Ada dua faktor yang mendorong Prabowo merasa perlu untuk mengajak gabung Nasdem dan PKB, bahkan mungkin juga PKS kedalam pemerintahannya nanti.

Pertama, untuk memperbesar barisan dukungan politik bagi pemerintahannya. Hal ini penting untuk memastikan pemerintahannya nanti berjalan efektif karena dukungan parlemen yang memadai. Seperti kita tahu saat ini, kumulasi suara 4 partai pendukung Prabowo (Gerindra, Golkar, PAN dan Demokrat) berdasarkan hasil Pemilu 2024 hanya berada di kisaran angka 43 persenan. Angka yang riskan untuk memuluskan setiap kebijakan dan program pemerintah.

Dengan bergabungnya Nasdem dan PKB, dukungan politik di parlemen akan membengkak menjadi sekitar 63 persenan. Angka yang cukup aman secara politik untuk menjaga stabilitas pemerintahan Prabowo-Gibran sekaligus memastikan efektifitas jalannya pemerintahan baru nanti. Terlebih lagi jika PKS akhirnya juga menyusul, mengakhiri lelahnya menjadi oposisi.

Kedua, untuk menciptakan keseimbangan pengaruh politik di tubuh pemerintahannya. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan publik, di belakang Prabowo-Gibran ada figur Jokowi yang hingga saat ini amat dominan pengaruh politiknya. Gejala ini nampak sejak proses kandidasi dan kampanye Pilpres kemarin hingga saat ini.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *