Politik Akomodatif dalam Wacana Penambahan Jumlah Kementerian

Wacana Penambahan Jumlah Kementerian


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: H. Agus Sutisna, Dosen dan Peneliti FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang, Founder Yayasan Podiumm Pesantren Nurul Madany Cipanas Lebak

Hajinews.co.idWacana mengenai penambahan jumlah kementerian pada kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran bukanlah hal aneh, dan sama sekali tidak mengejutkan. Bagi para peminat dinamika kepolitikan nasional, isu ini bahkan sudah dapat diduga jauh sebelum puncak perhelatan Pilpres 2024.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tanda-tandanya mudah dibaca. Mulai dari struktur tambun koalisi yang dibangun Prabowo-Gibran, keterlibatan berbagai faksi politik elektoral didalam proses pemenangan Prabowo-Gibran, hingga ke manuver sejumlah elit partai politik pasca putusan Mahkamah Konstitusi.

Makna dari semua tanda-tanda fenomenologis itu adalah bahwa Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif penyusunan kabinet pemerintahan nampaknya memang sudah siap dengan resiko politik yang harus diambilnya kelak setelah resmi dilantik dan diambil sumpah jabatannya 20 Oktober mendatang.

Resiko politik yang dimaksud adalah mengakomodir faksi-faksi baik yang bersifat pribadi (misalnya Presiden Jokowi dan tokoh masyarakat atau intelektual berpengaruh) maupun kelompok (partai-partai anggota koalisi, relawan, bahkan juga representasi organisasi kemasyarakatan seperti NU dan Muhammadiyah) kedalam barisan pemerintahannya.

“No free lunch”. Tidak ada makan siang yang gratis. Begitu dalil yang pernah diucapkan Milton Friedman yang berlaku dalam kehidupan keseharian. Terlebih di dunia politik yang semakin berwatak transaksional serta didukung oleh situasi politik yang memaksa kubu pemenang Pemilu yang berhak memerintah harus memperkuat bangunan koalisi pendukung pemerintahannya.

Norma Perundangan vs Logika Kekuasaan

Diatas sudah disinggung bahwa penyusunan kabinet pemerintahan merupakan hak prerogatif Presiden. Hak prerogatif merupakan kekuasaan atau hak yang dimiliki oleh kepala negara (dalam hal ini presiden) yang bersifat istimewa, mandiri, dan mutlak yang diberikan oleh konstitusi dalam lingkup kekuasaan pemerintahan. Bentuk-bentuk hak prerogatif Presiden ini lazimnya diatur dialam konstitusi.

Hak prerogatif Presiden terkait penyusunan kabinet pemerintahan didalam UUD 1945 diatur di dalam Pasal 17. Bahwa Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri serta membentuk, mengubah dan membubarkan kementerian negara yang diatur di dalam undang-undang.”

Namun demikian, meski di tangan kewenangannya ada hak prerogatif, dalam menyusun kabinet pemerintahannya Presiden tetap diatur dan dibatasi oleh undang-undang. Jadi tidak bisa suka-suka atau semata-mata hanya didasarkan pada keinginan dan kepentingan pribadi semata dan/atau titipan faksi-faksi politik di tubuh koalisinya.

Di dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, pengaturan dan pembatasan itu misalnya menyangkut jumlah kementerian yang dibentuk serta pertimbangan-pertimbangan suatu kementerian dibentuk. Terkait jumlah kementerian, UU ini menentukan paling banyak 34 kementerian (Pasal 15).

Sementara terkait pertimbangan yang harus menjadi dasar Presiden dalam pembentukan kementerian diatur didalam Pasal 13, sekurang-kurangnya meliputi aspe-aspek efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.

Dengan merujuk pada norma tersebut maka wacana penambahan jumlah kementerian tentu harus diukur berdasarkan beberapa pertimbangan tadi. Dan ini idealnya dilakukan kajian terlebih dahulu oleh tim yang melibatkan unsur-unsur kepakaran yang relevan dan independen. Tidak hanya didasarkan semata-mata pada pertimbangan untuk mengakomodir faksi-faksi politik kepentingan di dalam koalisi.

Tetapi semua orang bisa menduga, bahwa logika kekuasaan (politik kepentingan) nampaknya akan lebih dipertimbangkan daripada kebutuhan ril, urgensi dan relevansinya dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan program-program pembangunan, dan pelayanan publik.

Politik Akomodatif

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *