Menohok! Mahfud MD Kritik Tapera, tak Ada Jaminan dapat Rumah, Hitungan Matematisnya Tidak Masuk Akal

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Kebijakan Pemerintah terkait Tabungan Perumahan Rakyat yang disingkat Tapera menuai kritik, kali ini dari Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD.

Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD ikut menyoroti skema Tapera yang menurutnya tidak masuk akal.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dengan banyaknya keberatan dari masyarakat, menurut Mahfud MD, Pemerintah harus memperhatikan aspirasi publik terkait Tapera ini.

Menurut Mahfud MD, bila peserta tidak benar-benar mendapatkan rumah kebijakan ini dinilai tidak masuk akal.

“Pemerintah perlu betul-betul mempertimbangkan suara publik tentang Tapera.

Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal,” ujarnya dikutip dari cuitan di akun X pribadinya, Kamis (30/5/2024).

Mahfud mencontohkan, orang dengan gaji Rp 5 juta per bulan bila diwajibkan menabung selama 30 tahun dengan potongan 3 persen per bulannya, maka akan terkumpul sekitar Rp 100 juta.

Menurutnya, saat ini membeli rumah seharga Rp 100 juta dinilai tidak bisa mendapatkan rumah, apalagi harus menunggu selama 30 tahun.

“Untuk orang yang gajinya di atas Rp 10 juta pun dalam 30 tahun akan terkumpul hanya sekitar Rp 225 juta.

Ini pun pada 30 tahun yang akan datang sulit dapat rumah, sekarang pun sulit dapat rumah dengan uang Rp 225 juta,” terangnya.

Tak sampai di situ, lanjut Mahfud, adapun bagi orang yang memiliki gaji Rp 15 juta lebih baik mereka dibiarkan mengambil kredit perumahan (KPR) secara mandiri lewat bank-bank pemerintah.

Menurutnya, ini akan lebih murah ketimbang menabung 3 persen per bulan dari gajinya.

“Apa ada kebijakan yang menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? Penjelasan tentang ini yang ditunggu publik,” jelas Mahfud seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Lebih lanjut, Mahfud menambahkan, tentunya potongan 3 persen untuk iuran Tapera memiliki bunga, namun akumulasi bunga tersebut dinilai kurang signifikan untuk membeli sebuah rumah.

“Terlebih bagi mereka yang harus berhenti kerja tak sampai 30 tahun, misal karena pensiun atau sebab lain,” pungkasnya.

Ekonom: tak bisa Disamakan dengan BPJS

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengungkapkan bahwa iuran wajib tersebut tidak bisa disamakan dengan iuran BPJS.

Ia menilai iuran BPJS lebih bisa dirasakan manfaatnya bagi semua kalangan.

Berbeda, dengan iuran Tapera yang dinilai tak tepat sasaran bagi kalangan yang sejatinya sudah memiliki hunian.

“BPJS ketika dia sakit langsung bisa berobat di fasilitas yang berkaitan dengan BPJS,” ujar dia seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Sementara itu, ia menilai iuran Tapera ini semacam investasi uang pekerja.

Di mana, peruntukkannya untuk kebutuhan kepemilikan hunian bagi peserta.

Oleh karenanya, peserta tentu akan memperhatikan pula hasil investasi yang dimiliki.

Menurutnya, hal tersebut berbeda dengan BPJS, di mana orang-orang tak begitu memperhatikan imbal hasil yang dimiliki.

“Kalau BPJS itu kita kan membayar insurance gitu, untuk sebuah ketidakpastian yang terjadi di depan,” imbuh Huda.

Di tambah, ia melihat saat ini masyarakat dihadapkan beberapa kasus investasi belakangan ini.

Sebut saja, dugaan investasi fiktif PT Taspen hingga investasi di saham gorengan yang terjadi pada kasus Jiwasraya.

“Jadi kita benahi dulu itu lah baru kita bicara tentang investasi di Tapera,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo turut buka suara terkait iuran wajib Tapera ini.

Ia mengatakan biasanya dalam kebijakan yang baru, masyarakat juga ikut berhitung.

Misalnya mampu atau tidak mampu, berat atau tidak berat.

Menurutnya, masyarakat akan mendapat manfaat setelah kebijakan tersebut berjalan.

Hal ini sama seperti dulu ketika kebijakan iuran BPJS Kesehatan baru diterbitkan.

“Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan, kalau belum biasanya pro dan kontra,” ucap Jokowi di Istora Senayan, Senin (27/5).

 

Moeldoko: Tidak akan Ditunda

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memastikan, pelaksanaan program Tapera tidak akan ditunda.

Menurutnya, hingga saat ini program tersebut belum dijalankan dan akan berlaku pada 2027.

Moeldoko menyebutkan, aturan soal Tapera sedianya sudah ada sejak tahun 2020.

Namun, program tersebut belum berlaku sampai saat ini.

Sebabnya, ada perubahan instansi yang mengurus program tersebut, dari yang semula Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum), menjadi Badan Pengelolaan Tapera (BP Tapera).

“Kesimpulan saya bahwa Tapera ini tidak akan ditunda, wong memang belum dijalankan.

Sejak ada perubahan Bapertarum ke Tapera, ada kekosongan dari 2020 ke 2024 tidak ada sama sekali iuran, karena memang Tapera belum berjalan,” jelasnya saat memberikan keterangan pers di Bina Graha, Jakarta, Jumat, (31/5/2024).

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Moeldoko menegaskan, Tapera akan berlaku setelah ada peraturan teknis dari Menteri Keuangan dan Menteri Ketenagakerjaan.

 

Alasan

Moeldoko menjelaskan pemberlakuan Tapera berlandaskan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

Pada awalnya, kata dia, Tapera dikhususkan untuk aparatur sipil negara (ASN). Kemudian, program ini diperluas untuk pekerja swasta dan pekerja mandiri.

“Kenapa diperluas? karena ada problem backlog (jaminan simpanan) yang dihadapi pemerintah sampai saat ini.

Ada 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah. Ini data Badan Pusat Statistik (BPS) ya, bukan ngarang ya,” tutur Moeldoko.

“Untuk itu kita berpikir keras, memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu enggak seimbang,” lanjutnya.

Pemerintah menilai, harus ada upaya keras agar masyarakat bisa memiliki rumah.

Setidaknya, walaupun terjadi inflasi, masyarakat bisa punya tabungan untuk membangun rumah.

“Caranya dengan skema yang melibatkan pemberi kerja dalam hal ini juga pemerintah untuk PNS yang setengah persen untuk ASN itu, itu untuk pemerintah.

Setengah persen untuk pekerja mandiri dan swasta, itu pemberi kerja memberikan pembiayaan,” jelas Moeldoko.

Moeldoko mengatakan, program dengan skema seperti Tapera juga dilakukan di sejumlah negara, antara lain di Singapura dan Malaysia.

Bantah untuk hal lain Moeldoko membantah tudingan yang menyebut bahwa perluasan program Tapera bertujuan untuk memenuhi dana pemerintah ke depan terkait program makan siang gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sebab, menurut Moeldoko, pembangunan IKN dan program makan siang gratis sudah ada anggarannya sendiri.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *