Waduh! Pernyataan Bambang Pacul Kembali Viral: Pengesahan Undang Undang Harus Persetujuan Ibu ‘Juragan’

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tengah menjadi jadi kontroversi panas sejak beberapa hari terakhir. Perdebatan memuncak setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera.

Yang bikin meradang, PP tersebut akan memaksa perusahaan memotong gaji pekerja.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disebutkan, iuran Tapera ditetapkan pemerintah sebesar 3 persen, rinciannya 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen dibebankan ke perusahaan pemberi kerja.

Kewajiban iuran Tapera tersebut menambah daftar potongan gaji yang diterima karyawan.

Mengingat gaji pekerja di Indonesia sudah terpotong untuk pajak PPh Pasal 21, BPJS Kesehatan, dan BP Jamsostek.

Penolakan pun tak hanya datang dari masyarakat luas yang jadi pekerja.

Banyak dari kalangan pengusaha juga keberatan jika harus ikut menanggung iuran wajib tersebut.

Diketahui, Fraksi PKS dan PDIP di DPR RI kala itu 2014-2019 secara khusus memuji pengesahan UU Tapera.

Menurut mereka, UU Tapera akan menjadi solusi kebutuhan rumah yang kian meningkat.

Kini, Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI minta Pemerintah Jokowi menarik kembali PP Tapera karena dianggap memberatkan pegawai swasta dan perusahaan.

Ketua Komisi V DPR RI yang merupakan anggota fraksi PDIP Lasarus meminta pemerintah menarik dulu kebijakan soal tabungan perumahan rakyat (Tapera) karena memberatkan pegawai dan perusahaan.

Menurut Lasarus, pemerintah harus terlebih dahulu mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak, tidak serta merta memutuskan untuk memotong gaji sebesar 3 persen.

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar menyebut bahwa DPR berencana memanggil sejumlah pihak terkait polemik iuran tabungan perumahan rakyat (tapera) yang bakal memotong gaji pegawai sampai 3 persen.

Menurut pria yang karib disapa Cak Imin tersebut sejumlah pihak yang akan dipanggil termasuk pemerintah, BP Tapera sampai perwakilan buruh.

Cak Imin mengatakan, pemanggilan tersebut dilakukan untuk mengevaluasi agar kebijakan pemotongan gaji tersebut tidak membuat beban baru bagi para pekerja.

“(Panggil) pihak dari pelaksanaan itu sehingga jangan memberatkan apalagi di sana ketidakberdaayaan ekonomi kita. Oleh karena itu, kita harus evaluasi dan tidak membuat beban baru,” kata Cak Imin dikutip dari Kompas TV, Kamis (30/5/2024).

Secara pribadi, Cak Imin lantas menyebut bahwa pemotongan gaji untuk program Tapera tersebut memang cukup memberatkan dalam situasi ekonomi saat ini.

“Ya kalau nuansa ekonomi kita hari ini, memang keberatan,” ujar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

 

Disetujui seluruh fraksi di DPR RI 2016

UU Tapera disahkan dalam Rapat Paripurna pada 23 Februari 2016 dan disetujui semua fraksi. Bahkan, UU Tapera kala itu menjadi RUU inisiatif yang pertama diusulkan DPR pada periode 2014-2019.

“RUU Tapera ini adalah RUU inisiatif DPR yang pertama kali dalam periode 2014-2019 yang masuk dalam prolegnas yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah untuk diprioritaskan dalam tahun 2015,” kata Ketua Pansus RUU Tapera kala itu, Yoseph Umar Hadi dari Fraksi PDIP.

Dalam mekanisme sederhana, Yoseph menjelaskan UU Tapera hanya menyediakan payung hukum bagi pemerintah untuk mewajibkan setiap warga negara menabung sebagian dari penghasilannya.

Tabungan itu akan dikelola Bank Kustodian di bawah Badan Pengelola Tapera untuk dipupuk dan dimanfaatkan menjadi rumah murah dan layak.

Begitu juga halnya Fraksi PKS di DPR, sebagai oposisi pemerintah kala itu bahkan secara khusus memuji pengesahan UU Tapera.

Menurut PKS, UU Tapera akan menjadi solusi kebutuhan rumah yang kian meningkat. “Fraksi PKS memandang bahwa RUU Tapera memiliki arti penting dan strategis untuk membuka akses kepemilikan rumah bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Abdul Hakim, pada Juni 2016.

“Nanti ada kewajiban menabung dari peserta sebesar 2,5 persen penghasilan dan kewajiban menabung bagi pemberi kerja 0,5 persen. Setiap peserta juga berhak mendapatkan pemanfaatan Dana Tapera yang di antaranya dapat digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah,”imbuhnya.

Pada PP Tapera yang diteken Jokowi, gaji pekerja bakal dipotong 3 persen untuk simpanan Tapera mulai Mei 2027.

Hal ini merujuk pada tenggat waktu yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada BPTapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.

“Pemberi Kerja untuk Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i mendaftarkan Pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini,” demikian bunyi Pasal 68 PP Tapera.

Adapun PP 25/2020 diteken Jokowi pada 20 Mei 2020. Artinya pendaftaran itu harus dilakukan pemberi kerja paling lambat pada 20 Mei 2027.

Di tengah pergunjingan UU TAPERA ini, cuplikan video pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul kembali viral di media sosial.

Sebelumnya, Bambang Pacul terang-terangan mengaku tak berani mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh “ibu”.

Artinya, UU yang disahkan atau disetujui oleh DPR RI harus atas persetujuan atau perintah “Juragan”.

Ini disampaikan Pacul menjawab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) yang kala itu dijabat Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat yang meminta agar Komisi III DPR menggolkan dua RUU tersebut.

“Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, ‘Pacul, berhenti!’, ‘Siap! Laksanakan!’,” kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

“Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak,” lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.

Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok “ibu” yang dimaksud. Hanya saja, dia bilang, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.

“Loh, saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak,” ujarnya.

Memang, kata Bambang, pengesahan RUU Perampasan Aset masih dimungkinkan. Namun, tidak dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu itu mengatakan, sulit bagi legislator mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena ada kekhawatiran tak terpilih lagi pada pemilu selanjutnya.

“Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Nggak bisa, Pak, nanti mereka nggak jadi (anggota DPR) lagi,” katanya, lagi-lagi diikuti tawa para anggota DPR.

Bambang menegaskan, sikapnya ini sama dengan anggota DPR lain. Seluruh legislator, kata dia, tunduk ke “bos” masing-masing.

“Lobinya jangan di sini, Pak. Ini semua nurut bosnya masing-masing,” tuturnya.

Sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *