Luhut Bilang Ormas Keagamaan Bisa Kelola Tambang Buat Bantu Umat, Din Syamsuddin Tegas: Tolak, Banyak Mudaratnya

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Ormas Keagamaan Bisa Kelola Tambang Batu Bara, Luhut: Tujuannya Buat Bantu Umat, Din Syamsuddin: Tolak, Banyak Mudaratnya

Diberitakan, keputusan pemerintah Presiden Jokowi memberi ruang kepada ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan disebut untuk membantu umat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan keputusan tersebut diambil karena ingin membantu ormas keagamaan agar tidak bergantung pada sumbangan.

Semisal, kata Luhut, saat ormas keagamaan ingin membangun rumah ibadah, sekolah, dan lembaga pendidikan lainnya.

“Jadi, tujuannya sebenernya supaya ormas keagamaan ini juga bisa membantu umat untuk mungkin (membangun) rumah ibadah, sekolah, dan sebagainya dari situ,” ujar Luhut, dalam acara talkshow, Selasa (4/6/2024).

Luhut menambahkan, meski ormas keagamaan diberikan kepercayaan mengelola pertambangan, bukan berarti pengawasan tidak berjalan.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat rawan konflik kepentingan.

Luhut menyebut, bisa saja kebijakan itu disalahgunakan oleh oknum tertentu. Misalnya, pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan malah dikuasai untuk kepentingan pribadi.

Untuk mencegah hal tersebut, Luhut pun mengajak masyarakat tetap memberi pengawasan terhadap ormas keagamaan dalam menjalankan pengelolaan Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).

“Ya memang kita mesti ramai-ramai mengawasi, jangan ada oknum-oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” ujar Luhut.

 

Aturan WIUPK

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

PP 25 tahun 2024 itu ditetapkan Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan, 30 Mei 2024.

Adapun WIUPK yang diberikan kepada ormas keagamaan merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Aturan khusus WIUPK secara prioritas kepada ormas keagamaan ini spesifik tercantum pada Pasal 83A PP 25 tahun 2024. Berikut bunyi aturannya:

Pasal 83A:

(1) Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

(2) WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah eks PKP2B.

(3) IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.

(4) Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.

(5) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan I atau afiliasinya.

(6) Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.

 

Din Syamsuddin Minta Muhammadiyah Tolak Tawaran Izin Tambang dari Pemerintah Jokowi: Banyak Mudaratnya

Di sisi lain, Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 Din Syamsuddin meminta agar Muhammadiyah menolak tawaran izin tambang yang akan diberikan oleh pemerintah. Sebab, pemberian konsesi tambang bagi ormas keagamaan itu, banyak mudaratnya daripada maslahat.

”Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil dan Presiden Joko Widodo itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan bagian dari masalah,” kata Din, Selasa (4/6/2024) dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.

Bukan hanya itu, Din juga menilai pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan itu juga berpotensi menjadi sumber korupsi.

”Wewenang pemberian IUP (Izin Usaha Pertambangan) sebagai sumber korupsi,” kata Din yang juga menjabat Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta itu.

Din menjelaskan, dia husnuzon (berbaik sangka) pemberian konsesi tambang untuk Ormas Keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka.

”Namun hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzon (berburuk sangka) tak terhindarkan,” katanya.

Dia bercerita, sewaktu menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban yang ditunjuk langsung oleh Presiden Jokowi, dia mempersyaratkan agar Presiden Joko Widodo menanggulangi ketakadilan ekonomi antara kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.

”Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah. Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan  dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu,” tuturnya.

Juga, dia minta agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan. Menurutnya, itu perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia.

”Kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Bahlil. Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi tambang itu tidak dapat tidak mengandung masalah,” ujarnya.

Menurut dia, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu. Tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yang dimiliki oleh kelompok segelintiran tadi.

Din memberi contoh, satu perusahaan seperti Sinarmas,  menguasai lahan walau bukan semuanya batubara seluas sekitar 5 juta hektare. Bahkan dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.

”Pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global, maka besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara,” ujarnya.

Karena itu, dia berpendapat pemberian tambang “secara cuma-cuma” kepada ormas keagamaan khususnya NU dan Muhammadiyah, potensial membawa jebakan.

Din menyebut, menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.

Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi tidak menjamin bahwa perolehan negara harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang. Bahkan, sistem IUP selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari bupati, gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *