Hajinews.co.id – Dalam Islam, hukum sebenarnya memperbolehkan perempuan untuk mendiamkan suami jika tujuannya untuk menghindari pertengkaran yang tidak perlu. mengapa demikian? Sebab Islam tidak hanya memberikan tuntunan yang sangat komprehensif mengenai urusan ibadah yang melibatkan manusia dan Allah, namun juga mengatur urusan muamalah yang melibatkan manusia dan antar keduanya. Salah satunya adalah pertanyaan bagaimana Islam mengatur sikap diam istri terhadap suaminya dan sebaliknya.
Mengutip pandangan Ustadz Muhammad Ibnu Saroj, ia menjelaskan bahwa hubungan suami istri merupakan hubungan yang sangat sakral dalam hukum Islam. Adanya hubungan pernikahan antara dua orang, dan kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Al-Baqarah : 228)
Kelebihan suami terhadap istri tersebut dikarenakan suami memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada istri sehingga dia memiliki hak mendapatkan ketaatan dari seorang istri.
Meskipun demikian, dalam hubungan suami istri seringkali terjadi perselisihan paham yang berujung pada perdebatan dan biasanya istri memilih untuk melakukan aksi mogok bicara dan bahkan pasangan tersebut tidak saling tegur sapa.
Hukum Asal Sikap Hajr
Sikap mendiamkan orang lain termasuk dalam hal ini seorang istri mendiamkan suaminya dalam syariat Islam disebut sebagai hajr, di mana hukum asalnya ialah haram apabila melewati batas waktu 3 hari, sebagaimana hadis:
“Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560)
Meskipun demikian, menurut Muhammad Ibnu Sahroji yang kandidat Doktor Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, tindakan istri mendiamkan suami itu diperbolehkan apabila dilakukan dengan maksud untuk menghindari pertengkaran yang sia-sia sambil berharap dalam diam tersebut, masing-masing pihak akan bisa saling introspeksi diri. Terlebih, Rasulullah bahkan mengingatkan bahwa apabila salah satu di antara pasangan suami istri marah, maka pasangannya tersebut sebaiknya diam:
وَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Artinya: “Apabila seseorang dari kalian marah, hendaklah ia diam” (HR. Bukhari).
Perlu diingat, bahwa aksi saling diam ini sebaiknya jangan dilakukan terlalu lama, karena bagaimanapun juga, setiap pasangan suami istri sebaiknya mengedepankan komunikasi sehat dari hati ke hati dengan penuh kesadaran dan saling memaafkan.
Wallahu A’lam