Dana Haji Masuk Reksa Dana, Dana Kelolaan Capai Rp 543 Triliun

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina




Jakarta, hajinews.id-–Dana kelolaan reksa dana (RD) per awal Oktober menembus level psikologis Rp 540 triliun, tepatnya naik menjadi Rp 543,21 triliun, atau meningkat Rp 37,82 triliun (7,48%) dibanding posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 505,39 triliun.

Kenaikan dana kelolaan atau nilai aktiva bersih/NAB (asset under management/AUM) terutama disumbangkan oleh masuknya dana haji ke pasar modal melalui instrumen reksa dana.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode pekan pertama bulan ini (4/10/19) menunjukkan dana kelolaan tersebut, yang biasa disebut NAB terdiri dari 416,96 miliar unit penyertaan (UP) reksa dana. Jumlah UP reksa dana pada periode tersebut juga meningkat pesat 43,23 miliar UP dari 373,72 miliar UP posisi akhir Desember 2018.

Dari data yang sama, ditunjukkan bahwa dari beberapa tipe reksa dana justru menunjukkan penurunan dana kelolaan, seperti reksa dana saham yang kemungkinan besar terimbas oleh turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 5.991 pada 4 Oktober, atau turun 0,77%.

RD saham adalah produk reksa dana yang minimal 80% portofolionya berupa saham. Reksa dana sendiri adalah produk yang mengumpulkan dana publik dan kemudian dikelola manajer investasi untuk kemudian dibelikan efek yang tersedia di pasar modal serta instrumen pasar uang.

Sebaliknya, dari sisi reksa dana pendapatan tetap terjadi kenaikan dana kelolaan yang kemungkinan besar utamanya disebabkan oleh kenaikan nilai investasi bagi investor yang sudah memiliki efek utang di dalam portofolionya.

RD pendapatan tetap adalah produk reksa dana yang isinya mayoritas efek surat utang, terutama obligasi pemerintah, obligasi korporasi, serta sukuk baik yang diterbitkan pemerintah atau perusahaan baik swasta atau BUMN.

Selain RD pendapatan tetap, efek utang konvensional dan syariah dapat dijadikan aset dasar investasi reksa dana terproteksi yang sifatnya tidak dapat diambil hingga jatuh tempo tetapi dapat melindungi nilai pasar portofolio investasi investornya.

Kenaikan jumlah tertinggi industri reksa dana justru disumbangkan oleh reksa dana terproteksi syariah Rp 19,94 triliun menjadi Rp 21,8 triliun. Kenaikannya dibukukan 1.072% karena rendahnya basis hitungan yaitu hanya Rp 1,86 triliun pada penghujung 2018. Kenaikan signifikan terjadi pada Juli menjadi Rp 15,35 triliun dari bulan sebelumnya yang hanya Rp 1,55 triliun.

Kepala Bidang Investasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Beny Witjaksono menyatakan lembaganya yang mengelola keuangan haji tersebut sudah masuk ke instrumen reksa dana terproteksi syariah sekitar Rp 13 triliun pada periode 2 bulan-3 bulan terakhir.

“Benar BPKH sudah melakukan investasi surat berharga dalam bentuk reksa dana terproteksi sebagaimana didasarkan atas Peraturan Pemerintah [PP] no.5/2018 dan PBPKH no.5/2018,” ujarnya semalam (23/10/19).

Terkait dengan masuknya BPKH ke instrumen reksa dana terproteksi, Beny mengatakan lembaganya hanya menjalankan mandat dari PP sehingga tidak khawatir dengan penempatan portofolio investasi tersebut.

BPKH adalah lembaga yang memiliki tugas mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawabannya. Sebelumnya, lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri agama ini sempat bernama Badan Pengelola Dana Abadi Umat.

Tahun lalu, BPKH sudah menunjuk 15 manajer investasi yang akan mengelola dana dan aset perusahaan yang terdiri dari lima manajer investasi BUMN dan sisanya swasta.

Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Bahana TCW Investment Management, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PT BNI Asset Management, PT BNP Paribas Investment Partners, PT Danareksa Investment Management, PT Eastpring Investments Indonesia, PT Mandiri Manajemen Investasi, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, dan PT Maybank Asset Management.

Perusahaan lain adalah PT Principal Asset Management, PT PNM Investment Management, PT RHB Asset Management Indonesia, PT Samuel Aset Manajemen, PT Schroder Investment Management Indonesia, dan PT Syailendra Capital.

Terakhir pada pertengahan Juli, dana kelolaan BPKH mencapai Rp 121 triliun, yang sebagian besar terdiri dari surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dan sukuk dana haji Indonesia (SDHI). Dari jumlah total dana kelolaan itu, sekitar 46% masih berupa deposito syariah dan 1,65% berupa sukuk korporasi.

Obligasi dan Sukuk Masih Menarik Sampai 2020

Wawan Hendrayana, Head of Capital Market Research PT Infovesta Utama, menilai bahwa ada kemungkinan dana baru di industri reksa dana dan reksa dana terproteksi syariah itu berasal dari asuransi syariah dan bank syariah, termasuk BPKH.

Tertariknya investor institusi konvensional maupun institusi syariah, lanjutnya, disebabkan instrumen obligasi yang menjadi dasar reksa dana terproteksi masih memberikan pengembalian investasi (return) yang relatif lebih tinggi ketika tren penurunan suku bunga terjadi.

“Asuransi syariah dan bank syariah akan memperbesar porsi obligasi, dan memiliki obligasi [dan sukuk] lewat reksa dana ada insentif pajaknya,” tutur Wawan.

Dari sisi return instrumen obligasi, indeks IndoBex Government Total Return keluaran PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) yang menghitung keuntungan investor pada instrumen surat utang negara (SUN), menunjukkan ada potensi keuntungan investasi 11,08% hingga 4 Oktober dan sebesar 12,19% hingga hari ini.

Selain obligasi pemerintah, obligasi korporasi yang diterbitkan perusahaan BUMN dan swasta juga menunjukkan keuntungan sepanjang periode yang sama, meskipun tidak sebesar SUN. INDOBeX Corporate Total Return menunjukkan keuntungan dari instrumen itu mencapai 10,88% per 4 Oktober dan 11,7% per hari ini.

Wawan menambahkan bahwa return obligasi dan reksa dana berbasis obligasi, baik reksa dana pendapatan tetap maupun proteksi, masih tetap menarik hingga tahun depan, terutama karena tren penurunan suku bunga 7DRRR masih bisa terjadi.

Infovesta yang memiliki sumber data dan riset pasar modal terutama reksa dana, lanjutnya, memprediksi penurunan suku bunga acuan domestik bisa mencapai 4,5% tahun depan dan dapat membuat return investasi reksa dana terproteksi tahun depan dapat mencapai sekitar 6%-7%.

Untuk instrumen saham, hingga hari ini (22/10/19), IHSG sudah menguat tipis sejak awal tahun 1,52% yang mengalami titik balik penguatan pada Senin pekan ini dari sebelumnya terkoreksi.

Penurunan dana kelolaan reksa dana saham konvensional, atau bisa disebut asset under management (AUM), dibukukan Rp 8,42 triliun (5,86%) menjadi Rp 109,95 triliun dari Rp 143,8 triliun pada akhir Desember 2018. Koreksi di reksa dana saham syariah justru lebih besar lagi secara persentase yaitu 18,25% atau Rp 1,82 triliun menjadi Rp 8,15 triliun dari Rp 9,97 triliun.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *