Jakarta, hajinews.id–Pada Upacara Sumpah Pemuda Senin pagi (28/10), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berbicara soal ketimpangan di Indonesia yang luar biasa. Awalnya Gubernur DKI Jakarta itu menyampaikan tentang keharusan suatu negara menghadirkan kesatuan yang diikuti dengan rasa keadilan tanpa ketimpangan.
Anies menyebut ketimpangan antar negara di dunia semakin berkurang saat ini. Namun, hal ini berbeda dengan ketimpangan di dalam negeri, bukan hanya di Indonesia.
Pernyataan Anies ini bukan isapan jempol tetapi data yang ada membenarkan apa yang diungkapkan oleh Gubernur DKI tersebut.
Untuk melihat ketimpangan, biasanya menggunakan indikator koefisien atau rasio gini yang membentang dari 0 sampai 1. Semakin kecil nilai koefisien gini, maka ketimpangan semakin sempit alias semakin merata. Sebaliknya, jika angkanya semakin tinggi maka jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio gini Indonesia pada Juli 2019 berada di 0,382. Terdapat 8 provinsi dengan nilai rasio gini lebih tinggi dibandingkan dengan nasional. Itu artinya ketimpangan di provinsi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan nasional.
Badan Pusat Statistik |
Menurut catatan CNBCIndonesia.com, ketimpangan yang terjadi di Indonesia memang beragam tiap daerahnya. Tren ketimpangan yang terjadi di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Kembali mengutip data BPS Juli 2019, rasio gini di daerah perkotaan mencapai 0,392 sementara di pedesaan hanya 0,317.
Itu baru di Indonesia saja. Kalau dibandingkan dengan negara lain bagaimana? Mari kita ambil contoh Thailand yang setiap tahun data rasio gini-nya terus diperbarui.
Dalam kurun waktu 10 tahun terhitung sejak 2007-2017, rasio gini Indonesia tercatat naik 0,024 poin. Sementara itu pada periode yang sama Thailand mengalami penurunan 0,033 poin.
Selain masalah pertumbuhan ekonomi, jangan lupa juga masalah ketimpangan harus segera dicarikan solusinya. Masih perlu kerja keras lagi supaya ketimpangan turun lebih curam