Jakarta, hajinews.id,- Kasus desa siluman atau desa hantu yang diajukan untuk menyedot dana desa makin seru. Pengamat menilai hal itu menunjukkan data pemerintah cacat, dan ada kesengajaan yang dilakukan oleh penjahat berdasi untuk menilap dana desa.
Menteri keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyebut penyelewengan inu sudah terjadi beberapa tahun lalu.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi
menuturkan pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian
Keuangan dan Kemendagri terkait penemuan fakta desa ‘siluman’ itu.
Total desa saat ini sebanyak 74.954 wilayah. Masing-masing desa mendapatkan
dana yang bervariasi dari pemerintah setiap tahunnya. Formula perhitungannya
dilihat dari kondisi desa, misalnya kemiskinan. Jadi ada desa minimal Rp800
juta, tapi juga ada yang dapat Rp2 miliar, kalau memang lebih miskin.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengaku tak terkejut dengan
penemuan desa fiktif. Masalahnya, basis data yang dimiliki pemerintah juga
masih terbatas, khususnya di daerah.
“Ini kan dana triliunan, puluhan triliunan sangat menggiurkan. Dana desa diatur aparatur desa yang secara kapasitas timpang antara pemerintah daerah dan pusat, maka bisa saja penyelewengan terjadi,” imbuhnya.
Andai saja basis data yang
dimiliki pemerintah sudah ‘apik’, pastinya tak ada kucuran dana ke desa fiktif.
Sebab, verifikasi yang dilakukan juga bisa dilakukan dengan benar.
“Kalau sistemnya benar, harusnya ada verifikasi. Jadi, mungkin ada masalah
di basis data,” ujar Fithra. (fur/cnni).