Jakarta, CNBC-Hajinews.id,- Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan defisit US$ 46 juta pada kuartal II-2019, jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang tekor nyaris US$ 2 miliar. Peningkatan surplus transaksi modal dan finansial yang signifikan sepertinya menjadi faktor utama yang membantu perbaikan NPI.
Pada kuartal III-2019, transaksi berjalan masih membukukan defisit US$ 7,66 miliar atau 2,66% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang minus US$ 8,15 miliar (2,93% PDB). Artinya, defisit transaksi berjalan alias Current Accunt Deficit (CAD) membaik sekitar 6%.
Sementara transaksi modal dan finansial membukukan surplus
US$ 7,63 miliar pada kuartal III-2019. Pada kuartal II-2019, neraca ini surplus
US$ 6,47 miilar. Jadi ada perbaikan nyaris 18%.
Oleh karena itu, wajar jika dibilang ‘juru selamat’ NPI kuartal III-2019 adalah
transaksi modal dan finansial. Meski CAD turun, tetapi NPI mungkin tidak akan
membaik signifikan jika transaksi modal dan finansial tidak meningkat pesat.
“Peningkatan transaksi modal dan finansial terutama didorong oleh arus
modal asing dalam bentuk investasi langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dan
investasi portofolio. Kondisi tersebut mencerminkan positifnya persepsi
investor terhadap perekonomian Indonesia didukung tingginya daya tarik
investasi keuangan aset domestik di tengah tingginya ketidakpastian di pasar
keuangan global,” papar laporan Bank Indonesia (BI).
Dalam catatan BI, arus neto FDI pada kuartal III-2019 adalah surplus US$ 4,8
miliar. Lebih rendah ketimbang kuartal sebelumnya yang surplus US$ 5,4 miliar.
Sementara neto investasi portofolio membukukan surplus US$ 4,8 miliar. Membaik
ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 4,6 miliar.
Indonesia Berikan Keamanan
Investasi portofolio yang banyak masuk pada kuartal III-2019
adalah ke pasar obligasi. Neto investasi di obligasi korporasi adalah US$ 2,3
miliar, jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 0,4%. Sementara
di obligasi pemerintah, neto arus modal masuk adalah US$ 2,5 miliar.
Apa yang membuat pasar keuangan Indonesia, khususnya obligasi, begitu menarik
di mata investor? Setidaknya ada dua alasan besar yaitu keamanan dan
keuntungan.
Dari sisi keamanan, peringkat obligasi Indonesia terus membaik. Terakhir,
lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Artinya,
risiko gagal bayar (default) semakin kecil.
Keamanan berinvestasi di obligasi Indonesia juga tercermin dari
pergerakan Credit Default Swap (CDS). Ini adalah semacam premi yang
mengukur risiko default obligasi. Semakin tinggi CDS, maka kian tinggi risiko
gagal bayar.
Sejak awal tahun, CDS Indonesia baik tenor lima maupun 10 tahun bergerak turun.
Jadi memang terpampang nyata bahwa risiko default semakin rendah.
Indonesia Juga Tawarkan Cuan
Sedangkan dari sisi keuntungan, pasar obligasi Indonesia di
atas angin setelah tren kebijakan moneter global melonggar. Bank sentral di
berbagai negara, baik maju maupun berkembang, ramai-ramai menurunkan suku bunga
acuan untuk menstimulasi ekonomi dan mencegah resesi.
Misalnya di AS. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) sudah menurunkan
suku bunga acuan 75 basis poin sejak awal tahun. Penurunan suku bunga acuan
dinilai menjadi faktor yang menopang ekonomi AS mampu tumbuh positif.
“Kami sudah melakukan penyesuaian (suku bunga acuan). Saya tidak akan
terlalu optimistis kalau kami tidak menurunkan suku bunga acuan 75 basis
poin,” kata Richard Clarida, Wakil Ketua The Fed, seperti diberitakan
Reuters (CNBC)