Gagal Menyegel Kantor PDIP, ICW: Bukti KPK Makin Lemah

Foto: Ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id-Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini terhambat dari berlakunya UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Penilaian ini disampaikan peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. Dia menilai, OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Bupati Sidoarjo, Jawa Timur Saiful Ilah bukan karena relevansi pimpinan KPK dan UU KPK hasil revisi. Justru, adanya UU KPK hasil revisi menghambat kinerja KPK.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“UU KPK baru (UU No 19 Tahun 2019) terbukti mempersulit kinerja KPK dalam melakukan berbagai tindakan pro justicia,” kata Kurnia dalam keterangannya, Minggu (12/1).

ICW menyebut, terdapat dua kejadian penting yang menghambat kinerja KPK dalam operasi senyap yang melibatkan politikus PDI Perjuangan dan KPU RI. Penyidik KPK terhambat melakukan penyegelan di kantor PDI Perjuangan, untuk dilanjutkan penggeledahan setelah proses penyidikan dimulai.

“Ini disebabkan adanya Pasal 37 B ayat (1) UU KPK baru yang menyebutkan bahwa tindakan penggeledahan mesti atas seizin Dewan Pengawas. Padahal dalam UU KPK lama (UU No 30 Tahun 2002) untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu dari pihak mana pun,” sesal Kurnia.

“Logika sederhana saja, bagaimana mungkin tindakan penggeledahan yang bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti dapat berjalan dengan tepat serta cepat jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas? Belum lagi persoalan waktu, yang mana proses administrasi tersebut dapat dipergunakan pelaku korupsi untuk menyembunyikan bahkan menghilangkan bukti-bukti,” sambungnya.

Selain itu, lanjut Kurnia, ICW pun menyoroti tindakan dugaan menghalang-halangi penyidikan kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 itu. Menurutnya, hal ini pun dampak dari UU KPK hasil revisi.

“Penting untuk ditegaskan bahwa setiap upaya menghalang-halangi proses hukum dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menggunakan Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Harusnya setiap pihak dapat kooperatif dengan proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK,” tegas Kurnia.

Kurnia pun menegaskan, dengan kondisi seperti ini dapat disimpulkan bahwa narasi penguatan yang selama ini diucapkan oleh Presiden dan DPR hanya ilusi semata. Sebab, keberlakukan UU KPK justru menyulitkan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah tersebut.

“Presiden Joko Widodo agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru. Penerbitan Perppu harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelamatkan KPK,” pungkasnya. (wh/jawapos)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *