Sri Mulyani: Kalau Kita Potong Semua Belanja Ekonomi Nyungsep

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Bisnis)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketidakpastian global yang terjadi selama ini menyebabkan adanya potensi untuk melakukan pelebaran defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

“Kalau ekonomi turun dan penerimaan pajak lemah maka kita memang harus siapkan diri untuk tingkatkan defisit,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (26/2/2020). Namun dia belum mengetahui seberapa besar defisit akan dilebarkan karena masih akan melihat kondisi ke depannya dan dikombinasikan dengan berbagai hal dalam menentukan hal tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Kita lihat hitungannya nanti dikombinasi dari berbagai hal. Tapi kita sudah mengantisipasi karena dalam UU APBN 2020 didesain untuk 1,76 itu cukup konservatif,” katanya.

Sri Mulyani menyatakan ketika ekonomi Indonesia mengalami perlemahan maka pemerintah tidak mungkin tetap mengetatkan kebijakan sehingga pihaknya akan memberi stimulus agar siklus ekonomi Indonesia tetap berjalan baik. “Kalau pemerintah ikut mengencangkan ikat pinggang yang terjadi procyclical yaitu ekonomi lemah, lalu kita potong semua belanja maka ekonomi nyungsep,” tegasnya.

Oleh sebab itu, ia mengatakan jika terdapat tekanan dari eksternal dan menekan perekonomian Indonesia maka pemerintah harus menyiapkan kebijakan “countercyclical” agar tetap tumbuh. “Dalam kebijakan harus ‘countercyclical’. Kalau ekonomi lemah saya tidak boleh lemah dan saya harus bebaskan,” ujarnya.

Lebih lanjut Sri Mulyani menyebutkan pelebaran defisit akan ditambal salah satunya melalui penerbitan utang baru yang telah diterbitkan dan relatif murah seperti tenor 30 tahun dengan suku bunga 3 persen.

“Defisit dibiayai dari pembiayaan. Hari ini kita bisa issue bond 30 tahun dengan suku bunga di bawah 3 persen. Tapi karena ini masih Februari kita akan lihat ke depan mungkin akan lebih melebar dari yang ada dalam UU APBN 2020,” jelasnya.

Sri Mulyani memastikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan dilakukan secara hati-hati, bijaksana, dan kredibel sehingga dapat merespons pertumbuhan ekonomi dengan baik.

“Tugas kami melakukan counter terhadap siklus ekonomi itu jadi kami tetap melakukan pengelolaan secara hati-hati, prudent, dan kredibel tapi bukan berarti tidak merespons ekonomi yang berubah,” terangnya.

Beberapa waktu lalu Sri Mulyani menyebut Infeksi mulai terasa Januari 2020. ‘Infeksi’ terlihat dari perlambatan penerimaan perpajakan hingga kepabeanan dan cukai pada awal tahun ini.

Sri Mulyani memaparkan penerimaan perpajakan pada Januari 2020 sebesar Rp 84,7 triliun. Realisasi itu turun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang masih bisa mencapai Rp 90 triliun.

Penerimaan perpajakan itu baru setara 4,5 persen dari target sebesar Rp 1.865,7 triliun yang ditetapkan pemerintah APBN 2020. Ia menyatakan penerimaan pajak dari sektor perdagangan sebesar Rp 22,18 triliun atau hanya tumbuh tipis sebesar 2,6 persen.

Ketakutan akan virus corona membuat ketidakpastian global makin meningkat. Terlebih, wabah ini terus melangkah lebih jauh dengan menyebar ke luar wilayah China.

“Hal inilah yang membuat dunia khawatir bahwa wabah virus corona belum berakhir, dan justru malah semakin kuat yang membuat pertumbuhan ekonomi global mengalami pelemahan yang berpotensi melambatkan aktivitas ekonomi,” jelas Pilarmas Investindo Sekuritas dalam risetnya pada Selasa (25/2/2020).

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencermati dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berdampak dengan penyebaran virus Korona. BI memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2020 hanya bertengger di level 4,9% atau lebih rendah dari periode sama tahun lalu yaitu 5,07%.

“Epidemi tersebut tentunya akan menggangu perekonomian dalam negeri karena akan menghambat dari sisi volume perdagangan, dan harga komoditas dunia, serta pergerakan aliran modal ke dalam negeri,” sebut Pilarmas Sekuritas.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan bakal mengucurkan dana Rp72 miliar dari APBN 2020 untuk influencer. Dana itu merupakan bagian dari insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor pariwisata demi menangkal dampak ‘infeksi’ virus corona terhadap ekonomi domestik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dana itu akan digelontorkan Maret 2020. Selain untuk influencer, demi meredam dampak virus corona pemerintah juga menganggarkan dana Rp103 miliar untuk promosi dan kegiatan pariwisata sebesar Rp 25 miliar.

Kemudian, pemerintah juga mengalokasikan dana sebesar Rp 98,5 miliar untuk maskapai dan biro perjalanan. Dengan demikian, pemerintah menganggarkan dana tambahan khusus untuk sektor pariwisata tahun ini sebesar Rp 298 miliar.

“Ini ada alokasi tambahan sebesar Rp 298 miliar terdiri dari maskapai, biro perjalanan ada diskon khusus sehingga ada insentif Rp 98,5 miliar. Kemudian promosi, kegiatan pariwisata, dan influencer,” papar Airlangga di Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Airlangga menyebutkan dengan gelontoran dana tersebut nantinya maskapai penerbangan akan diminta memberikan diskon sebesar 30 persen untuk wisatawan domestik. Diskon tersebut diminta diberlakukan untuk 10 tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Labuan Bajo, Danau Toba, Bangka Belitung, Batam, Bintan, Manado, Bali, Malang, dan Mandalika. “Insentif pemerintah bersifat on top. Jadi kalau maskapai sudah berikan diskon, yang diberikan pemerintah itu tambahan diskon,” terang dia.

Airlangga menambahkan diskon akan berlaku selama tiga bulan mulai Maret hingga Mei 2020. Nantinya, pemerintah akan mengevaluasi dampak dari insentif yang diberikan. Jika pengaruhnya signifikan untuk ekonomi, kebijakan tersebut berpotensi dilanjutkan. “Nanti kami evaluasi lagi,” ucap Airlangga.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menterinya untuk mengeluarkan kebijakan fiskal untuk menghadang dampak negatif dari virus corona terhadap ekonomi domestik. Pasalnya, wabah itu mulai ‘menginfeksi’ ekonomi RI.

Sri Mulyani beberapa waktu lalu menyebut Infeksi mulai terasa Januari 2020. ‘Infeksi’ terlihat dari perlambatan penerimaan perpajakan hingga kepabeanan dan cukai pada awal tahun ini. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *