Sadar Banyak Diserang, Anies Jalan Terus Selamatkan Warga Jakarta dari Corona

Gubernur DKI Anies Baswedan. Foto: Facebook Anies Baswedan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id-Hampir semua pihak melihat gebrakan Gubernur DKI Anies Baswedan dalam mencegah penyebaran Covid-19 di Ibu Kota. Gerakannya yang semula dianggap melawan dan bertentangan dengan Pemerintah Pusat itu membuat dia banyak diserang dan dibully. Namun, Anies jalan terus, dan akhirnya banyak yang mendukung Anies.

“Saya sadar. Waktu itu saya banyak diserang, dibantah. Tapi, saya tidak takut atas apa yang ditulis di medsos,” kata Anies dalam Podcast Deddy Corbuzier di Jakarta, Sabtu (28/3/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Anies, dia lebih memikirkan apa yang akan ditulis sejarahwan besok. Mereka semua nanti yang akan melihat apa saja yang sudah dia dan jajarannya lakukan, dengan data-data yang lengkap.

Sejak Januari 2020 lalu, Anies sudah melakukan pemantauan atau pergerakan senyap. Dia tidak ragu untuk berbeda pendapat dengan banyak pihak, termasuk pejabat yang mengatakan virus corona tidak berbahaya.

Menurut Anies, ancaman virus corona jenis baru atau dikenal dengan Covid-19, sudah serius sejak Januari 2020 lalu. Bahkan sangat nyata karena sudah ada negara yang ketar-ketir menghadapi virus itu, setidaknya Pemerintah China.

Anies mengingatkan posisi Jakarta sebagai gerbang Indonesia untuk dunia Internasional. ”Artinya, jika Jakarta darurat Covid-19, maka sama saja seluruh wilayah di NKRI merasakan hal itu,” katanya.

Itu sebabnya sejak Januari 2020 lalu, dia sudah aktif berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk mendata warga negara yang pernah melakukan perjalanan ke China.

Hal itu untuk melakukan persiapan jika kasus serupa ditemukan di Indonesia. Covid-19 tidak boleh dianggap sebelah mata, apalagi meremehkan dan menganggapnya hal yang biasa.

”Ini sangat serius. Ada yang pernah bilang ‘Pak Anies, kan tingkat kematiannya cuma tiga persen. Lebih rendah daripada kanker’. Ada bahkan yang bilang begini ‘kecelakaan lalu lintas itu tingkat kematiannya lebih tinggi’. Saya jawab ‘ini bukan soal penyakitnya, ini soal penyebarannya’. Banyak orang terlalu lama membicarakan soal penyakitnya,” katanya.

Menurut Anies, masalah utama dari virus itu adalah penyebarannya yang sangat cepat. Hal itu diperparah dengan sistem kesehatan yang tidak didisain untuk menangani epidemi apalagi pandemi global seperti Covid-19.

”Ketika terjadi bersamaan, jumlah yang asalnya ratusan menjadi ribuan, jadi belasan ribu, jadi puluhan ribu, maka sistem pelayanan kesehatan kita tidak sanggup untuk melayani. Jumlah tempat tidur terbatas, jumlah kamar terbatas, jumlah rumah sakit terbatas, jumlah dokter terbatas, jumlah perawat terbatas. Jadi bukan soal 3 persen, tapi kejadiannya bersamaan dalam jumlah yang sangat banyak. Artinya, tidak jadi 3 persen lagi karena tidak tertangani,”katanya.

Menurut Anies, sistem kesehatan memiliki ambang batas pelayanan kesehatan. Misalnya, semua rumah sakit hanya mampu menangani 1.000 pasien, maka ketika ada 50-100 kasus masih bisa ditangani.

Ketika angkanya mencapai 500, maka tenaga medis masih mampu melakukan pelayanan dengan baik. Jika angkanya mencapai 1.000 kasus, maka tenaga kesehatan mulai kewalahan. Masalah akan timbul saat jumlah melonjat tinggi dibandingkan dengan kapasitas kesehatan.

Ketika naik 2.000-3.000, sistem yang dimiliki Indonesia, bahkan seluruh dunia kan kewalahan, sementara sistem kesehatan tidak didesign untuk melayani epidemik apalagi pandemik sehingga idak siap. ”Kecuali Singapura sebagai salah negara yang telah mempersiapkan kondisi darurat seperti saat ini,” katanya.

Sebab itu ketika virus itu muncul pertama kali di Wuhan dan penyebarannya sangat masif, DKI Jakarta sudah melakukan operasi senyap. ”Maka itu, ketika mengetahui ini, apa yang harus kita kerjakan, menahan penyebaran jangan sampai terlalu menginkat terlalu banyak kasus sehingga melampuai kapastitas. Ini artinya, kalau ada kasus ungkapkan secara transparan, dari awal transparan,”katanya.

Salah satu yang harus dilakukan adalah mengarantina atau memerintahkan semua orang yang pernah kontak dengan pasien positif Covid-19. Ini untuk memberi kesempatan kepada para tenaga medis melakukan pelayanan bagi pasien yang parah.

“Ketika pemerintah masih mengatakan Indonesia masih negatif, pada 1 Maret DKI sudah mengatakan sudah ada, kenapa? Sudah tidak bisa ditahan, angkanya sudah sangat mengkhawatirkan,” katanya.

Dia sendiri memonitor informasi tentang Covid-19 ini terus menerus dari mulai Januari-Februari, angkanya terus meningkat, bahkan jumlah orang yang sakit karena pnemounia bulan Februari meningkat tinggi sekali.

“Ini kan masih pnemounia, kita kan belum tahu positif atau tidak, karena tidak ada kewenangan memeriksa. Jadi kita tidak tahu persisnya,”katanya.

Pada saat memasuki bulan Maret, Anies memaksakan diri untuk mengumumkan kepada masyarakat Jakarta untuk berhati-hati dengan penyebaran virus tersebut. Meski pun saat itu pemerintah mengatakan Indonesia masih negative Covid-19. (wh/sribernews)

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *